Cerita Seks Dukun Cabul Dengan Seorang Gadis Lugu 14 Tahun
Cerita Seks Dukun Cabul Dengan Seorang Gadis Lugu 14 Tahun
![]() |
Cerita Seks Dukun Cabul Dengan Seorang Gadis Lugu 14 Tahun |
DewaPoker - Perkenalkan dahulu, namaku Darminto. Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menyebut dirinya dengan istilah keren "paranormal" atau yang dilingkungan masyarakat kebanyakan dikenal dengan istilah dukun. Ya, aku adalah orang yang bergelar mbah dukun, meskipun sebenarnya aku sama sekali tidak percaya dengan segala hal begituan.
Aneh? nggak
juga. Semenjak aku kena PHK dari perusahaan sepatu tiga tahun lalu, aku
berusaha keras mencari pekerjaan pengganti. Beberapa waktu aku sempat ikut
bisnis jual beli mobil bekas, tetapi bangkrut karena ditipu orang. Lalu bisnis
tanam cabe, baru sekali panen harga cabe anjlok sehingga aku rugi tidak
ketulungan banyaknya. Untung orang tuaku termasuk orang kaya di kampung, jadi
semuanya masih bisa ditanggulangi. Cuma aku semakin pusing dan bingung saja.
Untung aku belum berkeluarga, kalau tidak pasti tambah repot karena harus
menghadapi omelan dan gerutuan istri.
Dalam
keadaan sebal itulah aku bertemu dengan mbah Narto, kakek tua yang dengan
gagahnya memproklamasikan diri sebagai paranormal paling top. Karena masih
berhubungan keluarga, ia sering juga datang dan menginap di rumahku ketika dia
lagi "buka praktek" di kotaku. O ya, aku tinggal di sebuah kota
kecamatan kecil di Jawa tengah, dekat perbatasan jawa Timur (nggak perlulah aku
sebut namanya). Meskipun kecil, kotaku termasuk ramai karena dilewati jalan
negara yang lebar dan selalu dilewati truk dan bus antar propinsi, siang dan
malam.
Eh, kembali
ke mbah Narto, tampaknya si mbah punya perhatian khusus kepadaku (atau malah
karena aku memang kelihatan sekali tidak menyukai dan sinis terhadap gaya
perdukunannya?). Suatu hari ia berbicara serius denganku, mengajakku untuk
menjadi "murid"nya. Walah, aku hampir ketawa mendengarnya. Murid?
wong aku sama sekali tidak percaya segala hal takhayul macam itu, kok mau
diangkat menjadi murid? tetapi segala keraguanku tiba-tiba hilang ketika mbah
Narto menjelaskan: "punya ilmu ini bisa buat cari uang, Dar."
Katanya: "apa kamu tahu berapa penghasilan dukun-dukun itu? Mereka kaya-kaya
lho. Meskipun ilmunya, dibandingkan dengan ilmu mbahmu ini, masih cetek
banget." Katanya dengan meyakinkan dan mata melotot.
Aku
menggaruk kepalaku. Apa benar? Akhirnya aku tertarik juga. Meskipun tetap
dengan ogah-ogahan dan tidak percaya, aku ikut juga menjadi muridnya. Naik
turun gunung, masuk ke goa dan bertapa (ih, dinginnya minta ampun) dan dipaksa
berpuasa mutih (cuman minum air dan nasi putih doang), empat puluh hari penuh.
Terus terang, aku tidak merasa mendapatkan pengalaman aneh apapun selama
mengikuti segala kegiatan itu. Tetapi setiap mbah Narto menanyakan "apa
kamu sudah ketemu jin ini atau jin itu" atau "apa kamu melihat cahaya
cemlorot (bahasa Indonesia: berkelebat)" waktu aku bersemadi, yah aku
iyakan saja. Kok susah susah amat.
Akhirnya,
setelah enam bulan berkelana, mbah Narto menyatakan aku sudah lulus ujian (wong
sebenarnya aku tidak tahu apa-apa). Dan dia memperkenalkan aku sebagai
assistennya untuk menyembuhkan pasien dari berbagai penyakit yang
"aeng-aeng" alias aneh-aneh. Bahkan setelah beberapa lama aku
dipercaya untuk buka praktek sendiri, di rumahku, dengan mempergunakan kamar
samping rumah sebagai tempat praktek (meskipun aku harus membuat Yu Mini
kakakku marah-marah karena meminta dia pindah kamar tidur).
Setelah
beberapa bulan praktek, nasehat mbah Narto ternyata benar (ini satu-satunya
nasehatnya yang benar, aku kira): bahwa jadi dukun itu banyak duit! aku baru
sadar bahwa salah satu syarat untuk menjadi dukun yang sukses bukanlah terletak
pada ilmunya (yang aku nggak percaya sama sekali), tetapi pada kemampuannya
untuk meyakinkan pasien. Dukun adalah aktor yang harus bisa membuat pasien
setengah mati percaya dan tergantung padanya, dengan segala cara dan tipu daya.
Pada mulanya
beberapa orang datang minta tolong padaku, katanya menderita sakit aneh,
pusing-pusing yang tidak tersembuhkan. Aku dengan lagak meyakinkan memberikan
mantra, menyuruh mereka menghirup asap dupa, dan minum air kembang (di dalamnya
sudah kucampur gerusan obat Paramex). Eh.. mereka sembuh. Dan sejak itulah
pasien datang membanjir padaku. Ada yang minta disembuhkan sakitnya (kebanyakan
aku suruh mereka ke dokter dulu, kalau nggak sembuh baru kembali. Sebagian
besar memang tidak kembali), ada yang minta rejeki (itu mah gampang, tinggal
didoain macem-macem) ada pula yang mengeluhkan soal jodoh, pertengkaran
keluarga dan lain-lain (kalau itu tinggal dinasehatin saja).
Jadi inilah
aku, mbah Dar, dukun ampuh dari lereng Merapi (lucu ya, aku dipanggil mbah wong
umurku baru 25 tahun). Setiap hari paling sedikit sepuluh orang antre di
rumahku, dari siang sampai malam. Begitu ramainya sampai akhirnya halaman depan
rumahku dijadikan pangkalan ojek. Tidak kuperdulikan lagi omelan mbakyuku dan
pandangan sinis orang tuaku (mereka selalu menasehati: hati-hati lho Dar,
jangan mbohongi orang). Yang penting duit masuk terus, jauh lebih besar
daripada gajiku saat masih bekerja di pabrik sepatu. Dengan ilmu yang asal
hantam, tampang yang meyakinkan (aku sekarang pelihara jenggot panjang, pakai
jubah putih kalau praktek) maka orang-orang sangat percaya kepadaku.
Semuanya
berjalan lancar-lancar saja, sampai terjadi suatu kejadian yang meruntuhkan
segala-galanya.
Malam itu,
jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Pasien sudah sepi, dan aku sudah
merasa sangat mengantuk. Sambil menguap aku berdiri dari "meja
kerja"ku, menuju pintu dan bermaksud menutupnya. Tetapi kulihat si Warno
sekretarisku menghampiri: "ada pasien satu lagi mbah" bisiknya:
"cah wadon (anak perempuan) huayuu banget". Dia nyengir dan menunjuk
pelan ke ruang tunggu di depan. Di sana aku melihat seorang gadis dengan
memakai T shirt putih dan rok warna coklat duduk di bangku. Aku tidak melihat
wajahnya karena dia sedang memperhatikan TV yang memang kusediakan di situ.
"Masuk,
nduk" kataku dengan suara berwibawa. Si gadis itu pelan-pelan berdiri, dan
dengan takzim berjalan kearahku. Aku sekarang dapat melihat wajahnya dengan
jelas. Aduh mak, dia memang betul-betul cantik. Rambutnya yang sebahu bewarna
hitam lurus, matanya seperti mata kijang dan bibirnya seperti delima merekah
(walah, puitis banget..). Tubuhnya bongsor dengan buah dada yang seperti akan
memberontak keluar dari baju T-shirtnya. Aku kira umurnya paling banter baru 17
atau 18 tahun.
"Sugeng
dalu (selamat malam) mbah.." katanya agak bergetar. Wuih, suaranya juga
seksi banget. Kecil dan halus, seperti berbisik. Dengan lagak kebapakan aku
menyilahkannya masuk, diiringi sorot mata nakal si Warno yang seperti akan
menelan bulat-bulat si gadis itu. Kupelototi dia sehingga dia cepat-cepat lari
ngibrit sambil terkikik-kikik. Aku segera menutup pintu.
Kulihat si
gadis duduk dengan sangat hormat di kursi pasien yang kusediakan. Tangannya
ngapurancang di pangkuannya, wajahnya menunduk. Cantik sekali. Dengan pura-pura
tidak acuh aku menyiapkan alat-alat perdukunanku, menyalakan lampu minyak
(sebagai media pemanggil arwah, pura-puranya), menyiapkan baskom kecil berisi
air kembang, dan menyalakan dupa. Asap dupa segera memenuhi ruangan kecil itu.
"Siapa
namamu, nduk?"tanyaku tanpa memandangnya, tetap sibuk melakukan persiapan.
"Yenni,
mbah" katanya. Wah, nama lokal betul.
Aku
berdeham: "berapa umurmu? "
Si cantik
itu menjawab pelan, tetap menunduk: "empat belas tahun, mbah". Wah,
aku hampir terlonjak kaget. Empat belas tahun? masih kecil banget, tetapi
bagaimana kok tubuhnya sudah demikian bongsor, dadanya sudah demikian besar..
Aku menelan
ludah: "bocah cilik begini kok beraninya malam-malam datang ke sini. Ada
masalah apa nduk?" aku sekarang duduk di kursi di depannya, dibatasi meja
yang penuh segala pernik perdukunan. Si Yenni sekarang mengangkat kepalanya,
raut wajahnya tampak sangat gelisah. Matanya jelalatan ke kiri kanan. Suaranya
yang kecil bergetar: "nyuwun sewu mbah, sebetulnya saya sangat gelisah dan
takut. Nyuwun tulung mbah.." suaranya semakin rendah dan bergetar, seperti
sedu sedan.
Kemudian
dengan cepat dan dengan suara tetap bergetar, dia bercerita bahwa ada seorang
laki-laki, bernama Kasno, yang sangat ditakutinya. Kasno adalah tetangganya
yang sudah punya istri dua dan anak segerendeng, tetapi masih hijau matanya
kalau melihat cewek cantik. Karena rumahnya sederetan dengan rumah Yenni, tiap
hari dia bisa melihat Pak Kasno memandangnya seperti tidak berkedip. Lebih
celaka lagi, karena kamar mandi rumahnya menjadi satu dengan kamar mandi rumah
Pak kasno, maka semakin besar kesempatan lelaki hidung belang itu mencuri
pandang pada tubuhnya yang bahenol itu. Bahkan pernah suatu hari Yenni
berteriak teriak dan lari keluar dari kamar mandi, karena ketika ia sedang mandi
melihat kepala Pak kasno mengintip dari bagian atas kamar mandi yang memang
tidak tertutup. Itu saja belum cukup. Hingga suatu hari..
"Pak
Kasno tiba-tiba mendatangi saya, mbah" katanya. Si hidung belang itu
katanya bicara baik-baik, bahkan sangat kebapakan. Tetapi yang membuat Yenni
kaget, dia tiba-tiba mengeluarkan sebotol kecil air, entah apa itu. Dengan
sangat cepat si hidung belang memercikkan air di botol itu ke wajah dan tubuh Yenni.
Tentu saja si gadis kecil nan bahenol itu berteriak, tetapi Pak kasno
cepat-cepat minta maaf dan dengan lembut memberi penjelasan: "Enggak
apa-apa, Nem, itu tadi cuma air kembang kok. Bapak ini lagi belajar ilmu
kebatinan, jadi bapak mengerti cara-cara untuk membahagiakan orang. Bener lho
Nem, nanti setelah kena air tadi kamu akan merasa bahagiaa sekali".
katanya tersenyum.
Yenni tentu
saja semakin kesal: "bahagia bagaimana to Pak?" tanyanya: "Wong
sudah mbasahin baju nggak bilang-bilang, masih juga mbujuk-mbujuk
segala."pak Kasno katanya hanya tersenyum senyum saja dan menjawab:
"wong bocah cilik, durung ngerti (belum mengerti) roso kepenake wong
lanang (rasa enaknya laki-laki) Nduk, nduk, nanti saja kamu kan tahu" dan
dengan bicara begitu si hidung belang ngeloyor pergi.
Setelah
kejadian itu "Pikiran saya jadi bingung, mbah" cerita Yenni:
"setiap malam saya menjadi terbayang wajahnya Pak Kasno, sepertinya dia
itu mau menerkam saya saja" dia bergidik ngeri: "malah saya sampai
mimpi.." Dia tidak melanjutkan. Aku pura-pura menghela napas penuh
simpati. Sebenarnya, kalau saja yang bicara ini bukan gadis sebahenol Yenni
pasti aku sudah menyuruhnya angkat kaki. Bosen. Tapi melihat anak secantik ini,
waduh, kok tiba-tiba.. rasanya ada yang berteriak-teriak di balik celanaku..
Jangkrik
tenan, pikirku. Rasanya aku mulai terangsang pada gadis ini.
"Teruskan
Nduk" kataku penuh wibawa: "kamu mimpi apa?"
Yenni
menggigil. Suaranya tersendat-sendat: "aduh mbah, nyuwun sewu, mbah, saya
lingsem (malu) banget.." Wah, ini dia. Dengan gaya kebapakan (kok sama
dengan ceritanya soal si hidung belang Kasno itu?), aku berdiri dan mendatangi
dia, duduk di sebelahnya dan memeluk pundaknya. Lembut dan hangat. Nafsuku
tambah naik: "wis, wis" kataku menenangkan: "ora susah bingung.
Ceritakan saja. Si mbah ini siap mendengarkan kok".
Akhirnya
setelah mengatur napas, Yenni melanjutkan: "anu.., saya sering mimpi, lagi
di anu sama Pak Kasno. Bolak balik mbah, bahkan hari-hari terakhir ini rasanya
semakin sering". Aku berusaha menahan tawa: "dianu kuwi opo karepe
(apa maksudnya) to Nduk?" dia tampak semakin malu: "ya itu lho
mbah..seperti katanya kalau suami istri lagi dolanan (bermain) di kamar itu
lho.. katanya mbak-mbak saya seperti itu". Waa..nafsuku semakin meningkat
tajam. Tambah kugoda lagi (meskipun tetap dengan mimik muka serius, bahkan penuh
belas kasihan): "coba to ceritakan yang jelas, seperti apa yang dilakukan
si Kasno dalam mimpimu itu?"
Akhirnya si Yenni
ini tampaknya berhasil menguatkan hatinya. Suaranya lebih mantap ketika
menjelaskan: "pertamanya. Saya ngimpi Pak Kasno berdiri di depan saya,
wuda blejet (telanjang bulat). Terus, saya tiba-tiba juga wuda blejet, terus..
Pak Kasno memeluk saya, menciumi saya, di bibir dan di badan juga.."
dadanya naik turun, seakan sesak membayangkan impiannya yang luar biasa itu.
Aku semakin
panas mendengar ceritanya itu: "apanya saja yang dia cium, Nduk?"
tanyaku. Yenni tampak malu "di sini, Mbah" katanya sambil menunjuk
buah dadanya: "di cium dan disedot kanan kiri, bolak balik. Terus ke bawah
juga.." Ke bawah mana, tanyaku: "ke..ini Mbah, aduh, lingsem aku. Ke
ini, vagina saya. Di ciumi dan dijilati juga.." dia semakin menunduk malu.
Suaranya terhenti. Nah, tiba-tiba ada pikiran licik di otakku. Segera aku
bertindak.
"KASNO
KEPARAT!" teriakku tiba-tiba. Aku meloncat berdiri, diikuti si Yenni yang
juga terlonjak kaget mendengar bentakanku: "Mbah.. Mbah.. kenapa
Mbah?" tanyanya bingung.
Aku sekarang
berdiri di depannya, tanganku memegang pundaknya. Suaraku penuh ketegasan
tetapi juga bernada kuatir: "Nduk, Nduk, kamu dalam bahaya besar. Si kasno
itu pasti sudah nggendam (menyihir) kamu. Mimpimu itu baru permulaan dari ilmu
gendamnya. Setelah ini kamu akan semakin terbayang pada wajahnya, sampai
lama-lama kamu tidak akan bisa berpikir lain selain mikirin dia.
Lalu, dia
tinggal menguasaimu saja.."mataku mendelik: "mesakake banget (kasihan
sekali) kowe Nduk.." si Yenni tampak sekok (shock) berat mendengar ucapanku
yang meluncur seperti senapan mesin itu: "terus bagaimana Mbah, tolong
saya Mbah.." katanya seperti orang setengah sadar.
Aku menghela
napas panjang, menggeleng-gelengkan kepala: "berat, Nduk. Aku bisa
menolongmu, tetapi itu sangat berbahaya. Bisa-bisa ilmu gendamnya berbalik
kepadaku. Bisa mati aku." Kulihat matanya membelalak penuh kengerian:
"jadi.. lalu bagaimana Mbah? Apa yang harus saya lakukan?" tanyanya
dengan suara bergetar. Aku sekarang memeluknya (aduh, badannya betul betul
bahenol.
Kenyal dan hangat): "ya sudah Nduk, aku kasihan kepadamu"
kataku kebapakan: "aku akan mencoba menolongmu, dengan sepenuh ilmuku.
Pokoknya, kamu harus mau nglakoni (melaksanakan) semua perintahku, ya Nduk.
Kamu bersedia ya Nduk?" kurasakan tubuh dalam pelukanku itu bergetar.
Kudengar ia terisak pelan: "matur nuwun sanget Mbah.. saya sudah ndak bisa
mikir lagi.."
Kulepaskan
pelukanku. Sekarang suaraku berubah penuh wibawa: "sekarang, untuk
menghilangkan ilmu hitam itu, kamu harus nglakoni persis sama dengan mimpimu
itu" kataku: "buka bajumu, Nduk". Ku lihat matanya terbeliak
heran, tetapi segera meredup dan dia menghela napas: "inggih Mbah,
sakkerso (terserah) kulo nderek kemawon (saya ikut saja)". Dan dengan
cepat ia membuka kaos T-shirtnya, meletakkan di kursi. Aku menelan ludah.
Branya putih, berkembang-kembang. Buah dadanya putih sekali, menggelembung di
belakang bra yang tampak agak kekecilan itu.(baru 14 tahun kok sudah besar
banget ya? Pikirku. Jangan jangan anak ini kebanyakan hormon pertumbuhan).
Sekarang ia
membuka roknya, merosot di lantai. Ia berdiri di depanku, tetap dengan sangat
hormat. Tangannya ngapurancang di depan celana dalamnya. Dia memandang padaku
dengan polos: "Sudah, Mbah" katanya. Aku mendeham: "belum
Nduk" kataku: "Aku bilang semuanya. Buka juga pakaian dalammu. Ilmuku
nggak bisa masuk kalau bagian tubuhmu yang diciumi si bangsat itu masih
terhalang kain". Yenni tampak sangat bingung, hampir semenit dia berdiri
terpaku dengan berkata apapun. Tetapi akhirnya dia menghela napas, dan mengulangi
perkataannya tadi: "inggih Mbah, kulo nderek" dan dengan cepat ia
membuka kaitan branya, dan sebelum kain itu jatuh ke lantai dia melanjutkan
membuka celana dalamnya. Sekarang dia benar-benar wudo blejet (telanjang bulat)
di depanku.
Tubuhnya tidak terlalu tinggi (mungkin 158
cm), kulitnya sungguh halus, kuning agak keputih-putihan. Buah dadanya segar
mengkal dengan puting berwarna coklat kemerahan, terlihat agak menonjol ke
luar. Pinggangnya bagus, meskipun agak sedikit gemuk di perut. Pahanya juga sangat
mulus meskipun agak sedikit buntek (nggak apa-apalah..nobodies perfect kata
orang Inggris). Nah, di bawah perutnya, di selangkangannya terlihat segundukan
kecil sekali bulu-bulu kemaluan, pas dan cocok dengan usianya yang baru 14
tahun. Bulu-bulu itu belum mampu menutupi belahan kemaluannya yang berwarna
kemerahan, tampak agak nyempluk (menonjol) ke depan.
Haduuh
biyuung.. aku terangsang berat. Kukedip-kedipkan mataku, dan berkali kali aku
menarik napas dalam-dalam untuk mengontrol nafsuku. Dengan gerakan
ditenang-tenangkan aku mengambil gelas dan mengisinya dengan air kembang dari
baskom di mejaku. Aku mendekati dia: "bagian mana yang diciumi si Kasno
dalam mimpimu itu, Nduk?" tanyaku. Ia tampak berpikir sebentar, dan
kemudian meunjuk bibirnya: "ini Mbah, saya di sun di bibir", katanya.
Tanpa ragu-ragu aku mencipratkan air dalam gelas itu ke bibirnya. Aku kemudian
menunduk ke bawah, mulutku berkomat-kamit (sebenarnya aku tidak membaca
mantera, cuma mengitung satu tambah satu dua, dua taMbah dua empat dan
seterusnya dengan cepat). Kemudian aku menghela napas dan berkata: "aku
juga harus melakukan yang sama Nduk. Supaya ngelmu hitamnya bisa kesedot
keluar". Dan tanpa minta ijin lagi, kuseruduk mulutnya dan kucium dengan
nafsu berat.
Kurasakan si
Yenni berdiri kaku seperti kayu, tampak sangat kaget dengan seranganku itu.
Mulutnya terkunci rapat sehingga bibirku tidak menyentuh bibirnya sama sekali.
Aku jadi kesal: "buka mulutmu Nduk, terima saja. Jangan takut, memang
supaya melawan ilmu hitam ini lakunya harus begitu", ia tersengal sengal:
"Ing..inggih Mbah.." Katanya. Dan dengan canggung dia membuka
mulutnya. Sekarang aku menciumnya lagi, kini dengan lembut. Tidak ada
perlawanan. Kulumat bibirnya, dan kusedot ke luar. Lidahku masuk ke dalam
rongga mulutnya, bergerak ke kiri kanan tetapi tidak mendapat respons dari
lidahnya. Tampaknya ia masih sangat kaget dan bingung dengan tindakanku ini.
Akhirnya,
setengah kecewa, kulepaskan ciumanku. Harus ada cara supaya dia terangsang,
pikirku.
Aku bertanya: "mana lagi Nduk, yang dicium si Kasno?", Yenni
sekarang menunjuk belakang telinganya, dan jarinya turun menyelusur leher:
"di sini Mbah.." katanya. Sekali lagi aku memercikkan air bunga dari
gelas ke bagian yang ditunjuknya, dan mendekatkan mulutku ke belakang telinganya.
Kucium pelan-pelan, dan kupermainkan dengan lidahku. Tenang, jangan terburu
nafsu, pikirku. Kalihkan ciuman dan gesekan lidahku ke lehernya yang mulus.
Kukecup kecup halus. Aku merasakan napasnya mulai naik. Nah, ini dia. Dia mulai
terangsang.
"Bagaimana
rasanya, Nduk?" bisikku. Dia tidak menjawab, tetapi napasnya semakin
menaik: "hegh..eemmh.." erangnya. Dan tiba-tiba dia menjauh dariku.
Wajahnya menunduk ke bawah: "kenapa?" tanyaku: "kamu rasa sakit
ya Nduk? pusing?" tanyaku penuh kebapakan. Dia menggeleng: "a..anu
Mbah.. rasanya keri (geli) sekali..". Aku pura pura tertawa lega:
"naah, kalau kamu nggak rasa sakit, cuma geli saja, artinya ilmunya memang
belum masuk terlalu dalam. Syukurlah. Sekarang Mbah teruskan ya. Mana lagi yang
di cium si kasno?" sekarang dia menunjuk buah dadanya: "di susuku ini
Mbah, dicium bergantian, kiri kanan.." Nah, ini dia. Kupicratkan air
kembang ke buah dadanya, dan dengan lagak sok yakin kupegang kedua bukit indah
itu. Sekali lagi aku menunduk ke bawah, mulai komat-kamit membaca mantera
matematikaku. Aku tampak sangat serius, meskipun sebenarnya aku sekuat tenaga
berusaha mengendalikan nafsuku yang sudah tidak ketulungan berkobarnya.
Akhirnya aku
menundukkan kepalaku: "harus kusedot, Nduk. Di sini manteranya kuat sekali.
Si Kasno bangsat itu sudah masuk dalam sekali ke tubuhmu." Kulihat ia
mengangguk, mekipun tampak masih sangat ragu. Pertama kukecup buah dada
kirinya, merasakan kelembutan kulitnya yang sangat halus. Kecupanku berputar
melingkar, hingga bagian bawah susu yang mengkal itupun tak luput dari
kecupanku. Akhirnya aku berhenti di putingnya, kupermainkan sedikit dengan
lidahku dan akhirnya kukulum dengan lembut. Mulutku menyedot-nyedot barang
indah itu dengan bernafsu, dan lidahku menari-nari di putingnya. Kurasakan
puting itu semakin membesar dan mengeras. Sedangkan jari tangan kananku terus
meremas remas dada kanannya, mempermainkan putingnya secara berirama sama
dengan irama gerakan lidahku di puting kirinya.
Nah,
akhirnya pertahanan si genduk Yenni bobol juga. Tubuhnya yang tadinya kaku
seperti kayu, sekarang terasa melemah. Tangannya memegang kepalaku, tanpa sadar
mengelus elus rambutku yang gondorong. Mulutnya mendesis-desis dan menceracau
pelan: "Mbah..aduuh Mbah.. jangan.. gelii sekali.. aduuhh.." tetapi
aku tidak perduli lagi. Tubuh Yenni terasa bergoyang- goyang, semakin lama
semakin keras. Kupindahkan kulumanku ke puting kanannya. Aku melihat ke atas,
kulihat kepala Yenni menunduk dalam-dalam sementara tangannya tetap memegang
kepalaku. Matanya tertutup rapat dan mulutnya juga terkatup rapat. Ekspresinya
seperti dia sedang mengejan atau menahan sesuatu yang sangat nikmat.
Horee, aku
berhasil! teriakku dalam hati. Jelas dia kini juga terangsang berat. Semakin
asyik saja nih, pikirku. Kini kulepaskan hisapanku di susunya dan bertanya
(pasti suaranya sudah tidak tampak berwibawa lagi, tapi penuh nafsu):
"terus, habis cium susumu, dia cium lagi di sini ya?" tanyaku, sambil
menunjuk pada kemaluannya: "i.. iya Mbah.." katanya bergetar:
"di vagina saya.. dicium terus dijilatin".
Aku
mengangguk pura pura maklum, dan menghela napas seperti sedih dan terpaksa:
"ya sudah Nduk, karena begitu ya supaya pengaruh setannya hilang, Mbah
juga terpaksa harus melakukan yang sama. Coba kamu duduk di meja ini".
Kataku sambil membimbingnya duduk di meja praktekku. Dengan canggung dia
menurut: "buka lebar-lebar kakimu Nduk" kataku. Dia tampak bingung
sehingga harus kubantu. Kubentangkan paha kiri dan kanannya sehingga dia duduk
mengangkang di mejaku. Kini tampaklah kemaluannya dengan jelas, kemaluan anak
ABG yang baru ditumbuhi sedikit rambut. Warnanya kemerahan dan sangat
merangsang. Jelas ini tempik (istilah khas daerahku) yang belum pernah dijamah
laki-laki. Mataku berkunang-kunang karena nafsu.
Sekarang aku
mengambil kursi, meletakkan tepat di depannya. Aku duduk di kursi itu dan
mencondongkan tubuhku ke depan, sehingga wajahku sekarang berhadapan langsung
dengan kemaluannya, hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter. Bau khas
kemaluan perempuan menyebar dan tercium hidungku. Aku menelan ludah: "agak
naikkan bokong (pantat)mu Nduk, supaya Mbah gampang nyiumnya" perintahku.
Kini dia menuruti dengan patuh, mengangkat pantatnya sehingga kemaluannya
semakin lebar terbuka di depan wajahku. Dengan lembut kugosok-gosok mahkota
wanita itu dengan tanganku, ke atas ke bawah dan sebaliknya. Kuremas-remas
halus bulu-bulunya yang jarang, dan akhirnya kukecup kelentitnya dengan
bibirku.
"Aaggh.."
Yenni mengerang (mana ada sih cewek yang kuat kalau dibegituin?). aku semakin
menggila. Kukecup-kecup kemaluannya dengan gemas, dari bagian atas hingga
bawah, lidahku menyelusuri belahan kemaluannya dan menerobos bagian dalamnya
yang berwarna merah muda dan basah. Tubuhnya semakin menggelinjang. Napasnya
terdengar semakin memburu. Akhirnya kecupan dan jilatan lidahku berhenti di
kelentitnya. Kukecup-kecup terus kelentit yang tampak semakin membesar itu, dan
akhirnya kuhisap dengan kuat. Sambil menghisap, lidahku tetap dengan aktif
menjilati kelentit itu sementara tanganku terus mengelus elus daerah bawah
kemaluannya, kadang-kadang jariku menyelusup ke lobang kemaluannya yang terasa
semakin lama semakin basah.
Yenni sama
sekali sudah lepas kontrol. Erangannya semakin keras (untung saja suara di luar
sangat keras dengan lagu dangdut). tubuhnya berkelojotan ke kiri ke kanan,
tangan kanannya menumpu ke meja sedangkan tangan kirinya memegang kepalaku. Di
remas-remasnya rambutku dan setiap kali kepalaku agak merenggang, ditekannya
lagi ke vaginanya.
Jangkrik,
pikirku. Aku hampir tidak bisa bernapas. Tetapi bagaimanapun suasananya sangat
asyik. Aku semakin tenggelam dalam permainan yang penuh nafsu ini. Kusungkupkan
kepalaku semakin dalam di selangkangannya. Tidak kupedulikan lagi bahwa kursi
dan meja reyot yang kami gunakan semakin kuat bergoyang dan berderak-derak.
Sampai akhirnya: "aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku..aa.." jeritan yang
entah apa artinya itu meluncur keluar dari mulut si bahenol, diikuti dengan
semprotan cairan dari lobang kemaluannya. Basah dan hangat, sebagian menempel
di dagu dan jenggotku.
Akhirnya
kuangkat kepalaku dari kemaluannya, dan kucium dahinya yang menunduk dengan
napas tersengal-sengal. Aku berbisik: "piye, Nduk? Kamu sudah merasa
enakan sekarang?" dia mengangguk: "i..iya Mbah.. enakan
sekarang.." aku hampir ketawa. Goblok juga anak ini, sudah sekian jauh
belum juga sadar kalau aku kerjain. Sekarang sampailah pada tahap selanjutnya,
pikirku.
Tanpa basa
basi aku melepaskan jubahku dan celana dalamku. Kulihat wajahnya yang tadinya
menunduk sayu sekarang terangkat, matanya membeliak melihat aku sudah telanjang
bulat di depannya. Aku harus akui kalau badanku cukup atletis Batang kemaluanku
lumayan besar, dan selalu jadi kekaguman cewek-cewek yang pernah main seks
denganku.
Mbah melihat
dari pipismu tadi, ternyata ilmu gendamnya si Kasno sudah masuk dalam sekali ke
dalamnya. Mbah sudah coba sedot sedot tadi, tidak mau keluar juga. Berbahaya
sekali Nduk, nanti kalau dibiarkan jadi ngabar (menguap) masuk ke pembuluh
darahmu, bisa mati kowe. Mbah harus mencoba cara yang lebih kuat. Agak sakit
mungkin Nduk, nggak apa-apa ya?" kataku penuh rasa sayang dan kasihan.
Kuelus rambutnya yang sekarang tampak awut-awutan. Dia mengangguk, mengulang
lagi kata-katanya yang bego tadi: "inggih Mbah, kulo nderek
kemawon..". Aku mengangguk-angguk: "anak baik. Kasihan sekali kowe
Nduk".
Sekarang aku
mengangkat tubuhnya yang sudah lemas dari atas meja, dan dengan lembut
membimbingnya ke dipan yang ada di sudut. Kubaringkan tubuh bugil yang sudah
lemas itu, dan dengan hati-hati kulebarkan kakinya. Kini dia terbaring
mengangkang, kemaluannya terbuka lebar seakan siap menerima segala kenikmatan
duniawi. Aku duduk berlutut, kemaluanku sudah tegang betul dan kini terarah ke
lobang kemaluannya. Kugesek-gesek kepala jagoanku ke kelentitnya. Dia mengerang
pelan, matanya tertutup rapat. Kurendahkan tubuhku, kini aku telungkup di atas
badannya. Kukecup bibirnya dengan lembut: "sudah siap, ya Nduk. Agak
sakit, ditahan saja. Pokoknya Mbah usahakan kamu jadi sembuh betul". Dia
mengangguk, tidak membuka matanya: "inggih Mbah" desisnya lirih.
Kini aku
memegang batang kemaluanku, dengan sangat hati-hati menusukkannya ke kemaluan
si Yenni yang masih basah kuyup bekas hisapanku tadi. Satu senti..dua senti..
tiga senti.. sempit sekali. Yenni mengerang: "ss.. sakit Mbah.."
tampak wajahnya mengernyit kesakitan. Tangannya memegang dan meremas lenganku.
"Tenang Nduk..tenang.. tahan sedikit.. nanti lama-lama sakitnya hilang.
Aku harus
mengakui, inilah memek ternikmat yang pernah kurasakan. Sebelumnya aku hanya
bisa bermain dengan pelacur-pelacur, atau paling banter dengan si Jaetun janda
muda yang gatel di desa sebelah. Semuanya sudah melongo lubangnya, sama sekali
tidak enak. Tetapi yang ini, sungguh lezat, legit dan super sempit. Dasar
perawan.. kutekan agak keras kemaluanku, diikuti dengan teriakan Yenni:
"aauuwww.. saakiit Mbah.." aku cepat-cepat melumat bibirnya, agar
teriakannya tidak berkembang menjadi raungan..
Sekarang
dengan cepat dan akhli aku menekan kemaluanku, sekalian saja sakitnya pikirku.
Dan..bless..masuklah seluruh kemaluanku ke dalam lobang memeknya. Tubuh Yenni
terlonjak di bawahku, tangannya meremas lenganku sangat keras. Matanya
terbeliak, tetapi mulutnya tidak bisa memekik karena tersumpal bibirku. Aku
diam sejenak, menunggu lonjakannya hilang.
Akhirnya dia
diam, hanya napasnya masih tersengal-sengal. Sekarang, setelah semua tenang,
kulepaskan ciumanku: "masih sakit, Nduk?" dia mengangguk: "tapi
lama-lama nggak perih kan?" dia mengangguk lagi. Lugu betul anak ini:
"Mbah terusin ya? tidak lama lagi kok". Sekali lagi dia mengangguk.
Kugoyangkan pantatku lagi pelan-pelan, tidak ada respon penolakan darinya.
Kogoyangkan lagi semakin kuat, dan tanganku mulai menggerayang memainkan puting
susunya. Dia mengeluh. Dia merengek. Jelas si Yenni ini mulai menikmati
permainan ini. Pinggulnya mulai ikut bergoyang, meskipun agak kaku.
Aku tidak
berani merubah posisiku ini, takut kalau dia kesakitan lagi. Goyanganku juga
kuusahakan seteratur mungkin, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat.
Malah goyongannya yang semakin lama semakin tidak teratur. Kepalanya bergoyang
ke kiri dan ke kanan, mulutnya mendesis-desis dan tangannya mencengkeram erat
lenganku. Matanya terpejam dan raut wajahnya menampakkan campuran kesakitan dan
kenikmatan yang sangat.
Dipan bobrok
ini mulai terdengar berkeriet-keriet. Akhirnya terdengar proklamasi si Yenni,
persis seperti tadi: "aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku.. aa.." dan
kurasakan cairan menyemprot di lobang kemaluannya. Akhirnya kepalanya terkulai
lemas ke kiri (sejak kami mulai main tadi, matanya terus terpejam). Aku mengutuk
dalam hati. Jangkrik, aku sendiri belum keluar nih. Kuperkuat genjotanku,
kufokuskan pikiranku pada kenikmatan yang kualami sekarang ini. Kuremas-remas
susunya semakin kencang. Dan akhirnya kurasakan desakan dalam kemaluanku,
desakan yang sudah sangat kukenal. Aku sudah mau orgasme.
Tetapi aku
tidak ingin mengakhiri permainan ini begitu saja. Kukeluarkan tembakan
terkhirku: "Nduk, Nduk, Mbah rasa ajiannya si Kasno sudah berhasil Mbah
hilangkan. Tetapi kau harus meminum ajian dari tubuh Mbah ya? supaya kamu kebal
terhadap segala ngelmu hitam macam ini". kataku tersengal-sengal. Yenni
hanya mengangguk saja, matanya tetap terpejam. Melihat tanda persetujuan itu,
aku segera mencopot kemaluanku dari memeknya, begitu cepat sehingga terdengar
suara, "plop". Aku segera mengangkang di atas tubuhnya, batang
kemaluanku kuarahkan ke mulutnya: "ini Nduk" kataku. Tangan kananku
mengangkat kepalanya yang terkulai, sedangkan tangan kiriku terus mengocok
batanganku.
Mata si Yenni
membuka malas, melihat senjataku bergelantung di depan wajahnya. Aneh, Dia
tidak tampak kaget lagi (mungkin lama-lama dia sudah biasa?) dia menggumam
malas: "mana obatnya Mbah? sini biar aku minum." Aku mendesah penuh
nafsu: "ini Nduk, obatnya ada dalam burung Mbah ini. Minumlah"
kataku. Yenni menjawab dengan malas, seperti orang setengah sadar:
"dihisep dulu Mbah? Sini saya hisap . Biar cepet selesai". Dan tanpa
bertanya lagi, dia memegang kontolku dan memasukkan ke mulutnya. Waduh, hebat
banget si geNduk ini.
Meskipun
tetap dengan gaya malas, seperti setengah sadar, dia mulai menyedot nyedot
kemaluanku dan lidahnya secara reflek juga bergerak-gerak menyelusuri batang
kontolku. Aku bergetar hebat. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, dan kugoyangkan
pinggulku sehingga kemaluanku bergerak keluar masuk mulutnya. Rasanya bahkan
lebih nikmat daripada bersetubuh biasa. Beberapa kali tanpa sengaja gigi Yenni
bergesekan dengan kemaluanku, membuat kenikmatan yang kurasakan semakin
melambung.
Kupercepat
goyanganku, tetapi tetap menjaga agar dia tidak sampai tersedak. Akhirnya
tekanan dalam kemaluanku tidak dapat kutahan lagi: "Nduk, ini Nduk.."
erangku: "telan semua ya" dan croot.. muncratlah spermaku ke dalam
mulutnya. Kurasakan hisapan dan jilatannya berhenti. Dua kali lagi aku
menyemprotkan maniku di mulutnya, semuanya tampak tertelan (karena posisinya
terlentang, jadi tidak ada yang terbuang keluar).
Kudiamkan
posisi ini agak lama, sampai kurasakan kemaluanku mulai mengecil dan akhirnya
lepas sendiri dari mulutnya. Aku berguling ke samping, kulihat Yenni tetap
telentang dengan mata tertutup.
Bibirnya yang seksi kini tampak berlepotan
sperma, tampaknya masih ada spermaku yang tertahan di mulutnya dan belum
tertelan. Aku bangun dan mengambil gelas berisi air kembang tadi, dan
menyodorkan kemulutnya dengan lembut: "minum Nduk, minum. Biar semua obat
Mbah masuk ke badanmu. Ini air kembang juga berkhasiat kok." Dia menurut
dan meneguk habis air itu. Akhirnya kubimbing dia berdiri, dan kubantu dia memakai
bajunya. Aku juga memakai bajuku. Kami sama sekali tidak bicara saat itu.
"Bagaimana
Nduk? Apakah kamu sudah merasa enakan?" dia diam saja. Tangannya menyisir
rambutnya, dan membetulkan bajunya yang awut-awutan. Kuelus rambutnya.
"Mbah,
apakah pasti saya sudah sembuh?" tanyanya dengan suara bergetar. Aku
mengangguk: "pokoknya, semua sudah beres. Tadi Mbah itu mempertaruhkan
nyawa Mbah lho. Kalau gagal tadi pasti ilmu hitamnya si Kasno berbalik
menghantam Mbah. Untunglah semua sudah berakhir."
Dia mengangguk,
wajahnya tetap menunduk: "matur nuwun, Mbah." Katanya: "Berapa
saya harus bayar Mbah?" aku tergelak: "wis, wis, bocah ayu, Mbah
nggak minta bayaran kok. Bisa menyembuhkan kamu saja Mbah sudah bersyukur
banget.tapi besok2 dateng lagi ya kesini
biar mbah kasih kamu ajian spy ga gampang kena gendam" Kulihat bibir si Yenni
tersenyum halus, mengangguk dan meminta ijin pulang. Kubuka pintu kamarku dan
aku memanggil salah satu tukang ojek yang mangkal untuk mengantarkannya pulang.
Dalam beberapa detik, tubuh bahenol Yenni hilang tertelan kegelapan malam.
Aku menghela
napas dan masuk kembali ke kamar. Tiba-tiba aku tertegun. Lha, kok aku sampai
tidak menanyakan si Yenni itu tadi siapa ya? karena sudah terbelit nafsu aku
sampai tidak menanyakan pertanyaan pertanyaan standar seorang dukun: rumahmu
dimana, bapakmu siapa..
Ah, aku
menggeleng. Rasanya aku tidak pernah lihat dia sebagai warga sekitar sini.
Mungkin dia dari Wonolayu, desa sebelah sana. Biarin saja. Aku masuk kamar
praktekku, dan segera menggelosor di dipan yang tadi kugunakan untuk bercinta
dengan Yenni. Dalam beberapa menit aku terlelap. Entah berapa jam aku tertidur,
ketika sayup-sayup kudengar.
Mau berbagi nih link Game online PELANGI4D.COM
ReplyDeleteProses Depo Wd Hanya dalam hitungan detik TERKECUALI BANK MAINTENANCE...
Hanya 1 USER ID Semua Game Ini.
- SPORTSBOOK ( BOLA )
- SABUNG AYAM S128 & SV388
- LIVE CASINO ( VIP & LMG CASINO )
- TOGEL
- POKER, DOMINO, CEME & CAPSA SUSUN
- GAME SLOT - TANGKAS - SPADE - FISH GAME
TOGEL Dengan Pasaran Terbesar & Terlengkap :
- TOGEL SENTOSA 4D
- TOGEL SENTOSA TOTO
- TOGEL SINGAPORE
- TOGEL HONGKONG
- TOGEL SYDNEY
BANK SUPPORT :
- BCA
- MANDIRI
- BNI
- BRI
- DANAMON
Daftar Sekarang !!! WWW. PELANGI4D.COM
Pendaftaran GRATIS !!!
Dan Rasakan Sensasi Kemenangan Dengan Mudah
Min Depo/WD : Rp 50.000,-
Hubungi Kami.....
Custumer Service 24 Jam Online :
www. PELANGI4D .com LIVE CHAT
BBM 334302B4
WA : +855964649918
LINE : pelangi_4d
Haloo, Sobat - Sobat Semua Yang Hobbi/Gemar Bermain Judi Online
ReplyDeleteYukk.. Daftarkan Dirimu di SLOTDOMINO sekarang juga !!
Cukup Dengan 1 USER ID Bisa Bermain 8 Game :
* Poker
* Domino 99
* AduQ
* Capsa Susun
* Sakong
* Bandar Poker
* BandarQ
* Bandar 66
Permainan Yang Mudah Dimainkan dan Mudah Menang
-------------------------------
- Proses DEPO & WD Hanya 2 Menit
- Minimal DP & WD Rp. 20.000,
- 100% NON ADMIN + 100% FAIR PLAY
-------------------------------
Yuk..Ikut PROGAM REFERRAL Di Situs Sahabatdomino
Dapatkan Bonus Referral 20% Seumur Hidup
NB : Semakin Banyak Teman Yg Anda Ajak
Semakin Banyak Juga BONUS Yg Anda Dapatkan
--------------------------------
AKSES LINK ALTERNATIF :
- Pusatdomino*com
- Murnidomino*com
- Slotdomino*com
-----------------------
INFO LENGKAP HUBUNGI KAMI DI :
LIVECHAT : Slotdomino(dot)com
W.A : +6285974599065
PIN BB : 2BE2DD7E
PIN BB : DBFDDEFE