Cerita Seks Aku Yang Mencintai Mbakku dan Bercinta Dengannya
Cerita Seks Aku Yang Mencintai Mbakku dan Bercinta Dengannya
![]() |
Cerita Seks Aku Yang Mencintai Mbakku dan Bercinta Dengannya |
Liputan Berita Terkini - Waktu SMA ku dulu aku memilih wanita yang ingin aku pacarai,
hal tersebut mengawaliku untuk berbagai cerita disini dan ini kisah seks
sedarahku bermula, saat SMA aku jarang mendekati malah sebaliknya cewek yang
mendekatiku padahal aku tidak ganteng ganteng juga tapi jika soal bidang
olahraga aku terlihat atletis dan kekar seperti olahraga basket, lari dll
Dan banyak surat cinta cewek yang tidak kubalas. Sebab aku
tidak suka mereka. Untuk masalah pelajaran aku terbilang normal, tidak terlalu
pintar, tapi teman-teman memanggilku kutu buku, padahal masih banyak yang lebih
pintar dari aku, mungkin karena aku mahir dalam bidang olahraga dan dalam
pelajaran aku tidak terlalu bodoh saja akhirnya aku dikatakan demikian.
Ketika kelulusan, aku pun masuk kuliah di salah satu
perguruan tinggi di Malang. Di sini aku numpang di rumah bibiku. Namanya Iren.
Aku biasanya memanggilnya mbak Iren, kebiasaan dari kecil mungkin.
Ia tinggal sendirian bersama kedua anaknya, semenjak
suaminya meninggal ketika aku masih SMP ia mendirikan usaha sendiri di kota
ini. Yaitu berupa rumah makan yang lumayan laris, dengan bekal itu ia bisa menghidupi
kedua anaknya yang masih duduk di SD.
Ketika datang pertama kali di Malang, aku sudah dijemput
pakai mobilnya. Lumayanlah, perjalanan dengan menggunakan kereta cukup
melelahkan. Pertamanya aku tak tahu kalau itu adalah mbak Iren. Sebab ia kelihatan
muda.
Aku baru sadar ketika aku menelpon hp-nya dan dia
mengangkatnya. Lalu kami bertegur sapa. Hari itu juga jantungku berdebar.
Usianya masih 32 tapi dia sangat cantik. Rambutnya masih panjang terurai,
wajahnya sangat halus, ia masih seperti gadis.
Dan di dalam mobil itu aku benar-benar berdebar-debar.
“Capek Dek Darwan?”, tanyanya.
“Iyalah mbak, di kereta duduk terus dari pagi”, jawabku.
“Tapi mbak Iren masih cantik ya?”
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu”.
Selama tinggal di rumahnya mbak Iren. Aku sedikit demi
sedikit mencoba akrab dan mengenalnya. Banyak sekali hal-hal yang bisa aku
ketahui dari mbak Iren. Dari kesukaannya, dari pengalaman hidupnya. Aku pun
jadi dekat dengan anak-anaknya. Aku sering mengajari mereka pelajaran sekolah.
Tak terasa sudah satu semester lebih aku tinggal di rumah
ini. Dan mbak Iren sepertinya adalah satu-satunya wanita yang menggerakkan
hatiku. Aku benar-benar jatuh cinta padanya. Tapi aku tak yakin apakah ia cinta
juga kepadaku.
Apalagi ia adalah bibiku sendiri. Malam itu sepi dan hujan
di luar sana. Mbak Iren sedang nonton televisi. Aku lihat kedua anaknya sudah
tidur. Aku keluar dari kamar dan ke ruang depan. Tampak mbak Iren asyik
menonton tv. Saat itu sedang ada sinetron.
“Nggak tidur Wan?”, tanyanya.
“Masih belum ngantuk mbak”, jawabku.
Aku duduk di sebelahnya. Entah kenapa lagi-lagi dadaku
berdebar kencang. Aku bersandar di sofa, aku tidak melihat tv tapi melihat mbak
Iren. Ia tak menyadarinya. Lama kami terdiam.
“Kamu banyak diam ya”, katanya.
“Eh..oh, iya”, kataku kaget.
“Mau ngobrolin sesuatu?”, tanyanya.
“Ah, enggak, pingin nemeni mbak Iren aja”, jawabku.
“Ah kamu, ada-ada aja”
“Serius mbak”
“Makasih”
“Restorannya gimana mbak? Sukses?”
“Lumayanlah, sekarang bisa waralaba. Banyak karyawannya,
urusan kerjaan semuanya tak serahin ke general managernya. Mbak sewaktu-waktu
saja ke sana”, katanya. “Gimana kuliahmu?
“Ya, begitulah mbak, lancar saja”, jawabku.
Aku memberanikan diri memegang pundaknya untuk memijat.
“Saya pijetin ya mbak, sepertinya mbak capek”.
“Makasih, nggak usah ah”
“Nggak papa koq mbak, cuma dipijit aja, emangnya mau yang
lain?”
Ia tersenyum, “Ya udah, pijitin saja”
Aku memijiti pundaknya, punggungnya, dengan pijatan yang halus,
sesekali aku meraba ke bahunya. Ia memakai tshirt ketat. Sehingga aku bisa
melihat lekukan tubuh dan juga tali bh-nya. Dadanya mbak Iren besar juga.
Tercium bau harum parfumnya.
“Kamu sudah punya pacar Wan?”, tanya mbak Iren.
“Nggak punya mbak”
“Koq bisa nggak punya, emang nggak ada yang tertarik ama
kamu?”
“Saya aja yang nggak tertarik ama mereka”
“Lha koq aneh? Denger dari mama kamu katanya kamu itu sering
dikirimi surat cinta”
“Iya, waktu SMA. Kalau sekarang aku menemukan cinta tapi
sulit mengatakannya”
“Masa’?”
“Iya mbak, orangnya cantik, tapi sudah janda”, aku mencoba
memancing.
“Siapa?”
“Mbak Iren”.
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu ini”.
“Aku serius mbak, nggak bohong, pernah mbak tahu aku
bohong?”,
Ia diam.
“Semenjak aku bertemu mbak Iren, jantungku berdetak kencang.
Aku tak tahu apa itu. Sebab aku tidak pernah jatuh cinta sebelumnya. Semenjak
itu pula aku menyimpan perasaanku, dan merasa nyaman ketika berada di samping
mbak Iren
Aku tak tahu apakah itu cinta tapi, kian hari dadaku makin
sesak. Sesak hingga aku tak bisa berpikir lagi mbak, rasanya sakit sekali
ketika aku harus membohongi diri kalau aku cinta ama mbak”, kataku.
“Wan, aku ini bibimu”, katanya.
“Aku tahu, tapi perasaanku tak pernah berbohong mbak, aku
mau jujur kalau aku cinta ama mbak”, kataku sambil memeluknya dari belakang.
Lama kami terdiam. Mungkin hubungan yang kami rasa sekarang
mulai canggung. Mbak Iren mencoba melepaskan pelukanku.
“Maaf wan, mbak perlu berpikir”, kata mbak Iren beranjak.
Aku pun ditinggal sendirian di ruangan itu, tv masih menyala. Cukup lama aku
ada di ruangan tengah, hingga tengah malam kira-kira. Aku pun mematikan tv dan
menuju kamarku. Sayup-sayup aku terdengar suara isak tangis di kamar mbak Iren.
Aku pun mencoba menguping.
“Apa yang harus aku lakukan?….Apa…”
Aku menunduk, mungkin mbak Iren kaget setelah pengakuanku
tadi. Aku pun masuk kamarku dan tertidur. Malam itu aku bermimpi basah dengan
mbak Iren. Aku bermimpi bercinta dengannya, dan paginya aku dapati celana
dalamku basah. Wah, mimpi yang indah.
Paginya, mbak Iren selesai menyiapkan sarapan. Anak-anaknya
sarapan. Aku baru keluar dari kamar mandi. Melihat mereka dari kejauhan.
Mbak Iren tampak mencoba untuk menghindari pandanganku. Kami
benar-benar canggung pagi itu. Hari ini nggak ada kuliah. Aku bisa habiskan
waktu seharian di rumah. Setelah ganti baju aku keluar kamar. Tampak mbak Iren
melihat-lihat isi kulkas.
“Waduh, wan, bisa minta tolong bantu mbak?”, tanyanya.
“Apa mbak?”
“Mbak mau belanja, bisa bantu mbak belanja? Sepertinya isi
kulkas udah mau habis”,katanya.
“OK”
“Untuk yang tadi malam, tolong jangan diungkit-ungkit lagi,
aku maafin kamu tapi jangan dibicarakan di depan anak-anak”, katanya. Aku
mengangguk.
Kami naik mobil mengantarkan anak-anak mbak Iren sekolah.
Lalu kami pergi belanja. Lumayan banyak belanjaan kami. Dan aku menggandeng
tangan mbak Iren. Kami mirip sepasang suami istri, mbak Iren rasanya nggak
menolak ketika tangannya aku gandeng.
Mungkin karena barang bawaannya banyak. Di mobil pun kami
diam. Setelah belanja banyak itu kami tak mengucapkan sepatah kata pun. Namun
setiap kali aku bilang ke mbak Iren bahwa perasaanku serius.
Hari-hari berlalu. Aku terus bilang ke mbak Iren bahwa aku
cinta dia. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya. Aku membelikan sebuah gaun.
Aku memang menyembunyikannya. Gaun ini sangat mahal, hampir dua bulan uang
sakuku habis. Terpaksa nanti aku minta ortu kalau lagi butuh buat kuliah.
Saat itu anak-anak mbak Iren sedang sekolah. Mbak Iren
merenung di sofa. Aku lalu datang kepadanya. Dan memberikan sebuah kotak
hadiah.
“Apa ini?”, tanyanya.
“Kado, mbak Irenkan ulang tahun hari ini”,
Ia tertawa. Tampak senyumnya indah hari itu. Matanya
berkaca-kaca ia mencoba menahan air matanya. Ia buka kadonya dan mengambil
isinya. Aku memberinya sebuah gaun berwarna hitam yang mewan.
“Indah sekali, berapa harganya?”, tanyanya.
“Ah nggak usah dipikirkan mbak”, kataku sambil tersenyum.
“Ini kulakukan sebagai pembuktian cintaku pada mbak”
“Sebentar ya”, katanya. Ia buru-buru masuk kamar sambil
membawa gaunnya.
Tak perlu lama, ia sudah keluar dengan memakai baju itu. Ia
benar-benar cantik.
“Bagaimana wan?”, tanyanya.
“Cantik mbak, Superb!!”, kataku sambil mengacungkan jempol.
Ia tiba-tiba berlari dan memelukku. Erat sekali, sampai aku
bisa merasakan dadanya. “Terima kasih”
“Aku cinta kamu mbak”, kataku.
Mbak Iren menatapku. “Aku tahu”
Aku memajukan bibirku, dan dalam sekejap bibirku sudah
bersentuhan dengan bibirnya. Inilah first kiss kita. Aku menciumi bibirnya,
melumatnya, dan menghisap ludahnya. Lidahku bermain di dalam mulutnya, kami
berpanggutan lama sekali. Mbak Iren mengangkat paha kirinya ke pinggangku, aku
menahannya dengan tangan kananku. Ia jatuh ke sofa, aku lalu mengikutinya.“Aku
juga cinta kamu wan, dan aku bingung”, katanya.
“Aku juga bingung mbak”
Kami berciuman lagi. Mbak Iren berusaha melepas bajuku, dan
tanpa sadar, aku sudah hanya bercelana dalam saja. Penisku yang menegang
menyembul keluar dari CD. Aku membuka resleting bajunya, kuturunkan gaunnya,
saat itulah aku mendapati dua buah bukit yang ranum.
Dadanya benar-benar besar. Kuciumi putingnya, kulumat,
kukunyah, kujilati. Aku lalu menurunkan terus hingga ke bawah. Ha? Nggak ada
CD? Jadi tadi mbak Iren ke kamar ganti baju sambil melepas CD-nya.
“Nggak perlu heran Wan, mbak juga ingin ini koq, mungkin
inilah saat yang tepat”, katanya.
Aku lalu benar-benar menciumi kewanitaannya. Kulumat,
kujilat, kuhisap. Aku baru pertama kali melakukannya. Rasanya aneh, tapi aku
suka. Aku cinta mbak Iren. Mbak Iren meremas rambutku, menjambakku. Ia
menggelinjang.
Kuciumi pahanya, betisnya, lalu ke jempol kakinya. Kuemut
jempol kakinya. Ia terangsang sekali. Jempol kaki adalah bagian paling sensitif
bagi wanita.
“Tidak wan, jangan….AAAHH”, mbak Iren memiawik.
“Kenapa mbak?” kataku.
Tangannya mencengkram lenganku. Vaginanya basah sekali. Ia
memejamkan mata, tampak ia menikmatinya. “Aku keluar wan”
Ia bangkit lalu menurunkan CD-ku. Aku duduk di sofa sambil
memperhatikan apa yang dilakukannya.
“Gantian sekarang”, katanya sambil tersenyum.
Ia memegang penisku, diremas-remas dan dipijat-pijatnya.
Oh…aku baru saja merasakan penisku dipijat wanita. Tangan mbak Iren yang
lembut, hangat lalu mengocok penisku. Penisku makin lama makin panjang dan
besar. Mbak Iren menjulurkan lidahnya.
Dia jilati bagian pangkalnya, ujungnya, lalu ia masukkan
ujung penisku ke dalam mulutnya. Ia hisap, ia basahi dengan ludahnya.
Ohh…sensasinya luar biasa.
“Kalau mau keluar, keluar aja nggak apa-apa wan”, kata mbak Iren.
“Nggak mbak, aku ingin keluar di situ aja?”, kataku sambil
memegang liang kewanitaannya.
Ia mengerti, lalu aku didorongnya. Aku berbaring, dan ia ada
di atasku. Pahanya membuka, dan ia arahkan penisku masuk ke liang itu.
Agak seret, mungkin karena memang ia tak pernah bercinta
selain dengan suaminya. Masuk, sedikit demi sedikit dan bless….Masuk semuanya.
Ia bertumpu dengan sofa, lalu ia gerakkan atas bawah.
“Ohh….wan…enak wan…”, katanya.
“Ohhh…mbak…Mbak Iren…ahhh…”, kataku.
Dadanya naik turun. Montok sekali, aku pun meremas-remas
dadanya. Lama sekali ruangan ini dipenuhi suara desahan kami dan suara dua
daging beradu. Plok…plok..plok..cplok..!! “Waan…mbak keluar lagi…AAAHHHH”
Mbak Iren ambruk di atasku. Dadanya menyentuh dadanku, aku
memeluknya erat. Vaginanya benar-benar menjepitku kencang sekali. Perlu sedikit
waktu untuk ia bisa bangkit. Lalu ia berbaring di sofa
“Masukin wan, puaskan dirimu, semprotkan cairanmu ke dalam
rahimku. Mbak rela punya anak darimu wan”, katanya.
Aku tak menyia-nyiakannya. Aku pun memasukkannya. Kudorong
maju mundur, posisi normal ini membuatku makin keenakan. Aku menindih mbak Iren,
kupeluk ia, dan aku terus menggoyang pinggulku. Rasanya udah sampai di ujung.
Aku mau meledak. AAHHHH….
“Oh wan…wan…mbak keluar lagi”, mbak Iren mencengkram
punggungku. Dan aku menembakkan spermaku ke rahimnya, banyak sekali, sperma
perjaka. Vaginanya mbak Iren mencengkramku erat sekali, aku keenakkan. Kami
kelelahan dan tertidur di atas sofa, Aku memeluk mbak Iren.
Siang hari aku terbangun oleh suara HP. Mbak Iren masih di
pelukanku. Mbak Iren dan aku terbangun. Kami tertawa melihat kejadian lucu ini.
Waktu jamnya menjemput anak-anak mbak Iren sepertinya.
Mbak Iren menyentuh penisku. “Ini luar biasa, mbak Iren
sampe keluar berkali-kali, Wan, kamu mau jadi suami mbak?”
“eh?”, aku kaget.
“Sebenarnya, aku dan ibumu itu bukan saudara kandung. Tapi
saudara tiri. Panjang ceritanya. Kalau kamu mau, aku rela jadi istrimu, asal
kau juga mencintai anak-anakku, dan menjadikan mereka juga sebagai anakmu”,
katanya.
Aku lalu memeluknya, “aku bersedia mbak”.
Setelah itu entah berapa kali aku mengulanginya dengan mbak Iren,
aku mulai mencoba berbagai gaya. Mbak Iren sedikit rakus setelah ia menemukan
partner sex baru. Ia suka sekali mengoral punyaku, mungkin karena punyaku
terlalu tangguh untuk liang kewanitaannya.
hehehe…tapi itulah cintaku, aku cinta dia dan dia cinta
kepadaku. Kami akhirnya hidup bahagia, dan aku punya dua anak darinya. Sampai
kini pun ia masih seperti dulu, tidak berubah, tetap cantik.
Post a Comment