Cerita Seks Bercinta Dengan Tante Sofi Yang Jago Nyepong
Cerita Seks Bercinta Dengan Tante Sofi Yang Jago Nyepong
![]() |
Cerita Seks Bercinta Dengan Tante Sofi Yang Jago Nyepong |
DewaPoker - Cuaca kelihatannya cerah dengan matahari yang bersinar tapi kok tiba tiba hujan langsung turun, semua orang langsung pada berteduh yang saat itu sedang menikmati senja, keramaian langsung hilang, gerimis meningkat dan hujan deras, didepanku ada seorang awanita yang mengangkat jemuran yang banyak.
Kelihatannya
kurang mengantisipasi akibat baru bangun tidur. Masih memakai piyama.
Agil,
bantuin Tante dong!
Tanpa bicara
aku membantunya. Sprei, kelambu, baju, tshirt, dan ih, pakaian dalam.
Bawa ke
mana, Tante?
Sekalian ke
dalam aja!
Tante Sofi
berjalan di depanku. Menaiki tangga hingga lantai dua. Aku cukup puas menikmati
irama pinggulnya yang kukira agak dibuatbuat. Saat menghadap ke arah terang,
siluet tubuhnya jelas membayang. Seakan telanjang. Kami masuk ke rumahnya. Tante
Sofi menggeletakkan jemuran di sudut kamarnya, akupun mengikutinya.
Makasih ya?
Kamu mau minum apa, Ka? tanyanya yang langsung menghentikan maksudku untuk
langsung pulang.
Apa aja deh,
Tante. Asal anget.
Kurebahkan
diri di sofanya. Hmm, lumayan nyaman. Tante Sofi belum mempunyai anak. Yang
kutahu, suaminya, Om yang tak kutahu namanya itu hanya sekalikali pulang.
Dengardengar pekerjaanya sebagai pelaut. Ha ha, pelaut. Di mana mendarat, di
situ membuang jangkar. Sinis sekali aku.
Om belum
pulang, Tante? tanyaku basabasi sambil menerima teh hangat.
Belum, nggak
tentu pulangnya. Biasanya sih, hari Minggu. Tapi hari Minggu kemarin nggak
pulang juga.
Tante nggak
kemanamana?
Mau kemana,
paling cuma di rumah saja. Kalau ada Ombaru pergipergi.
Eh, kamu
nggak ada keperluan lain, kan?
Nggak,
Tante, jawabku. Mau apa aku di rumah, sendirian, di tengah hujan yang semakin
lebat begini.
Temenin
Tante ya. Ngobrol.
Kamipun
terlibat dalam obrolan yang biasa saja. Sekedar ingin tahu kehidupan masing
masing. Dari ucapannya, kutahu bahwa suaminya bernama Om Wawan. Jarang pulang.
Yang cukup membuat darahku berdesir agak cepat adalah daster itu.
Seakan aku
bisa melihat dua titik di dadanya, yang timbul tenggelam ketika kami
bercengkrama.
Tangan Tante Sofi cukup atraktif. Entah sengaja atau tidak sering
menyentuh tanganku, atau mampir di pahaku. Makin lama duduknya pun semakin
dekat.
HinggaAgil, mau
nonton film nggak? Tante punya film bagus nih.
Wah
untunglah. Rumahku tidak mempunyai vcd player. Tante Sofi menyalakan TV lalu
memasang film. Dan, astaga ternyata dia benar tidak memakai BH dan celana
dalam. Aku bisa melihatnya jelas karena dia cukup lama berdiri menyamping,
cahaya TV membuat gaun tidurnya menjadi selaput transparan.
Bentuk
payudara beserta putingnya beserta rambut di pangkal paha. Aku lebih ternganga
lagi karena film itu XXX. Kembali Tante Sofi duduk di sampingku, malahan lebih
dekat lagi. Tangannya mengusapusap lenganku dengan lembut.
Filmnya
bagus ya? Bisiknya pelan.
Namun
terdengar di telingaku bagaikan rayuan. Aku tak mampu menjawab karena bibir
bawahku menahan ekstasi yang kuat. Entah apa yang harus kulakukan kini. Mataku
tak lepas dari wanita yang merintih di film itu, yang sudah distel suaranya
pelan.
Tante Sofi
menggenggam pergelangan tanganku. Dan, astaga. Dibawanya tanganku ke
payudaranya.
Didiktenya tangan ini ke daerah yang tak pernah diraAgiln
sebelumnya. Begitu pula tangan kiriku.
Kini masingmasing telapak tangan itu
memegang rata masingmasing pasangannya, payudara.
Pandanganku
masih ke arah TV. Aku tak berani menatap wajah Tante Sofi. . Tak pernah aku
impikan hal ini terjadi. Sementara di TV desahan si gadis yang menghadapi dua
batang penis makin membuat hot suasana.
Agil, hadap
sini dong, ujarnya manja.
Kuhadapkan
wajahku. Kulihat tatapan pengharapan di sana. Wajah Tante Sofi cukup cantik,
dengan kulit putih dan senyuman manis yang menghiasinya. Aku masih memegang
payudara itu, hanya memegang dengan daster yang melapisinya.
Ah, tak
terasa daster itu. Hanya payudara besar ini fokus pikiranku. Tanganku masih
canggung, sementara ada sesuatu yang mulai menggeliat di bawah sana.
Tibatiba dia
menghentikanku, dengan cara yang sempurna. Tangannya merengkuhku dalam pelukan,
sementara bibirnya mencium lembut. Payudaranya menghimpit dadaku. Membuat
dadaku berdetak hingga aku merasa bisa mendengarnya.
Ciumannya
nikmat. Beda sekali sekali dengan apa yang ada di TV. Seakan ingin mengaliri
dengan hangat jWawanya. Kami berciuman lama sekali, tak terasa tanganku ikut
mendekapnya makin erat.
Kulepaskan dekapanku untuk mulai mengontrol diri
kembali. Berakhirlah sesi ciuman itu.
Kenapa Agil?
Kamu marah ya? tanyanya pelan.
Tapi sialan,
suarasuara di TV itu kembali mengacaukanku. Melumpuhkanku lagi dalam birahi.
Maafin Tante
ya? Tante Wajah itu mengeluarkan prana iba untuk dikasihi.
Dia kembali
menciumku, cukup hangat. Namun tak sehangat tadi kurasa. Akupun tak mengharap
ciuman kasih sayang, karena dariku juga tinggal nafsu. Ciumanciuman itu pindah
ke leher dan telinga. Ah, tak pernah kubayangkan bahwa daerah ini lebih
membuatku bergidik. Akupun menirunya. Kami saling menciumi leher, bahkan Tante
Sofi sempat mencium keras.
Aduh, Tante
Dia lalu
tersenyum dan berdiri. Perlahan dia melepas daster itu, mulai dari tangannya.
Satu demi satu tangan daster itu terlepas. Daster melorot, tertahan sebentar di
bulatan payudaranya yang besar. Dia menarik ke bawah lagi daster itu. Terlihat
payudara, tanpa BH. Putih, bulat, besar, dengan puting susu berwarna merah
muda. Mulutku menganga kagum seakan ingin memakannya. Aku menelan ludah.
Diturunkannya
lagi. Aku menikmati satu persatu sajian pemandangan itu. Perutnya putih dengan
pinggang yang ramping. Pusarnya menjadi penghias di sana. Daster itu tertahan
di pinggangnya. Oh, pantatnya menahan.
Aku semakin
berdebar, ingin mempercepat proses itu, aku ingin segera melihat kemaluannya.
Diturunkan lagi, dan ah vagina itu muncul juga. Dihiasi rambut berbentuk
segitiga yang tak begitu lebat. Bibir vaginanya merah segar, sedikit basah.
Untuk pertama kalinya aku melihat wanita bugil.
Dengan senyumnya, bangga
membuatku tergakumkagum.
Sekarang,
kamu juga buka ya? perintahnya manja.
Aku membuka
tshirtku. Tante Sofi membuka celanaku, Lepas jinsku, tapi Tante Sofi tak segera
membukanya. Dia jongkok lalu menjilati penisku dari luar celana dalam. Tampak
noda basah sperma yang makin ditambah oleh air ludah.
Penis itu
makin membesar dalam celana dalam, rasanya tak enak kerena tertahan. Segera
kubuka dan hup keluarlah batang kemaluan diikuti dua bolanya. Tante Sofi mengecupnya,
si penis tampak membesar. Semakin tegaknya penis diikuti dengan jilatanjilatan
lidah. Uff, enak sekali.
Kini gantian
tangannya yang bekerja. Pertama dirabanya semua bagian penis, lalu mulai
mengocoknya. Setelah kirakira telah utuh bentuknya, tegak dan besar, dSofiukkannya
ke dalam mulut. Tante Sofi memandang ke atas, wajahnya berseriseri .
Teruskan
Tante.
Lidah Tante
Sofi menjilatjilat, kadang menggelitik penisku. Lalu mulai memaju mundurkan
mulutnya, seakan sebuah vagina menyetubuhi penis. Ini hebat sekali. Sekitar 15
menit permainan itu berlangsung, hingga Tante, saya
mau keluar kataku terengahengah.
Tante Sofi
malah mempercepat kocokan mulutnya. Aku ikut memegang kepalanya. Dan keluarlah
ia. Aku merasa ada 5 semprotan kencang. Tante Sofi tidak melepasnya, ia
menelannya.
Bahkan terus
mengocok hingga habis spermanya. Lega rasanya tapi lemas badanku. Tante Sofi
berdiri, kemudian kami berciuman lagi.
Sekarang
gantian ya
Kini aku
menghadapi payudara siap saji. Pertama kurabaraba dengan kedua tanganku. Remasan
itu kubuat berirama. Lalu aku mulai berkonsentrasi pada puting susu.
Kutariktarik hingga payudaranya terbawa dan kulepaskan.
Hmm,
bagaimana rasanya ya? Aku mulai menjilatinya. Enak. Jilatanku pada satu
payudara sementara tangan yang lain meremas satunya. Ketika kuhisaphisap
putingnya, terasa makin mancung, mengeras, dan tebal puting itu. Kulakukan pula
pada payudara satunya. Oh, ternyata jika wanita terangsang, yang ereksi adalah
puting susunya. Kirakira 5 menit aku melakukannya dengan nikmat.
Kemudian
jilatanku turun, hingga vaginanya. Kucoba dengan jilatanjilatan. Kusibakkan
lagi rambut kemaluannya agar jilatan lebih sempurna. Ada seperti daging kecil
yang menyembul. Yang kutahu, itu adalah klitoris. Kuhisap seperti menghisap
puting susu, eh Tante Sofi merintih.
Hmm, Agil,
jangan dihisap. Geli. Tante nggak kuat.
Dan Tente Sofi
benarbenar lunglai. Tubuhnya rebah ke sofa. Dia terlentang dengan paha
mengangkang memperlihatkan vagina terbuka dan payudara yang berputing tegak.
Aku lanjutkan lagi kegiatan ini. Makin lama kemaluannya makin basah. Jilatan
dan hisapanku makin bersemangat, sementara di sana Tante meremasremas
payudaranya sendiri menahan ektasi.
Tibatiba
pahanya mendekap kepalaku dan ..serr seperti ada aliran lendir dari vaginanya.
Otot liang itu berkontraksi. Inikah orgasme, hebat sekali, dan aku melihatnya
dari dekat. Tak kusiasiakan lendir yang mengalir, kuhisap dan kutelan.
Rasanya
lebih enak dari sperma. Tubuh Tante Sofi yang bergoyanggoyang akhirnya tenang
kembali. Jepitan pahanya mulai melemah namun penisku mulai ereksi lagi. Kucium
mesra vaginanya seperti aku mencium bibirnya. Tante Iya tersenyum. Bibirnya
berkata Terima kasih, namun tak mengeluarkan suara.
Gambar di
film itu merangsang kami. Wanita berpayudara besar terlentang diatas meja
kantor. Diatasnya lakilaki dengan penis panjang dan besar menyetubuhi
payudaranya. Tangan si wanita menekan payudaranya sendiri agar merapat, dan
penis itu melewati celahnya.
Kupikir
pasti asyik sekali. Aku menjilati dulu payudara Tante Sofi, agar basah dan
lengket. Tak lupa dengan hisapanhisapan di putingnya. Setelah merasa cukup, aku
duduk di muka payudara itu. Tante Sofi merapatkan celah payudaranya.
Dia
tersenyum senang. Aku mulai dengan pelan memasuki celah payudara, seakan itu
adalah liang vagina. Uff, sensasinya luar biasa. Aku mulai memaju mundurkan
penis dengan irama. Ujung penisku terlihat saat aku maju.
Kalau
klimaks, pasti spermanya sampai ke wajah Tante. Tanganku ikut memegang payudara
untuk menguatkan hujaman penis. Kadang aku menariknarik puting susu. Aku
mencium bibirnya, mengangkat paha di lehernya, kemudian menyerahkan lagi
penisku.
Dihisap dan
jilat lagi, seperti tak puas saja. Posisiku duduk tak enak. Aku tak bisa duduk
karena akan menekan lehernya, tangankupun tak bisa memaju mundurkan kepalanya.
Oh, ada sandaran tangan. Empuk lagi. Apalagi kalau bukan payudara. Sambil aku
meremasremasnya, penis seperti diremasremas juga.
Tante Sofi
mengeluarkan kemaluanku sebentar, mengajak posisi 69. Hm, kupikir boleh juga.
Maka aku berganti posisi lagi. Tubuhku menghadap Tante Sofi, tapi saling
berlawanan. Penisku di mulutnya, vaginanya di mulutku.
Sampai
beberapa saat kami melakukan itu. Aku tak tahu apakah Tante mendapat orgasme
lagi, tapi dia sempat diam mengulum penisku, pahanya menekan rapat kepalaku,
tapi tak ada cairan yang keluar.
Agil,
berhenti dulu deh. serunya.
Padahal aku
sedang asyik dengan posisi ini. Tante Sofi berdiri menuju ke dapur. Rupanya dia
minum air dingin. Tante Sofi datang. Membawa dua gelas air es dan menyodorkan
dua tablet yang kuduga obat kuat. Kami meminumnya satusatu. Tante
memperhatikanku lalu melihat film itu.
Kita
bercumbu beneran, yuk, ajaknya.
Di bathtub
yuk.
Dia memegang
kemaluanku seperti memegang tanganku, untuk mengajak dengan menggandeng penis
itu. Kami ke kamar mandinya. Bathtubnya cukup besar, Kami mulai lagi. Di bawah
shower itu berpelukan sambil meraba dan menyabuni.
Nikmat
sekali menyabuni payudaranya, senikmat disabuni penisku. Tak ada yang
terlewatkan, termasuk vagina dan anus. Ketika air mulai penuh, kami berendam.
Airnya tak diberi busa. Nyaman sekali. Lalu kami mulai saling merangsang,
meninggikan tensi kembali. Tante Sofi mengocok penisku dalam air, sementara aku
merabaraba vaginanya.
Tak berapa
lama dia duduk di pinggiran bathtub. Kelihatannya dia ingin vaginanya dijilat.
Aku merangkak menjilatinya. Cairannya mulai keluar lagi.
Pakai tangan
juga dong, pintanya lanjut.
Aku menuruti
saja. Kukocok dengan telunjuk kananku. Kucoba telunjuk dan jari tengah, semakin
asyik. Tangan kiriku mengusap klitorisnya. Tante memejamkan matanya menahan
nikmatnya.
Sebelum berlanjut lebih jauh, Tante menghentikan. Membalik badannya
menjadi menungging dan membuka pantatnya.
Ternyata
dari tadi aku belum mengeksplorasi daerah anus. Akupun mencobanya. Kujilat
anusnya, reaksi Tante mendukung. Kujilatjilat lagi, dari anus hingga vagina.
Lalu kocoba masukkan dua jariku lagi ke vaginanya dan mengocoknya. Lidahku
menjilatjilat lagi.
Daerah
pantat yang menggembung berdaging kenyal seperti payudara. Akupun suka. Tante
Sofi menunjukkan reaksi seperti akan orgasme lagi. Desahannya mulai keras.
Agil, Tante
mau keluar lagi nih. Cepat! Pakai penismu. Ayo masukin penismu. Cumbu Tante, Agil,
jeritnya tertahan putusputus.
Astaga,
dirty talk sekali. Membuat aku makin terangsang. Aku siapkan penisku, walau
agak bingung karena tak ada pengalaman. Tante Sofi mengocok vaginanya sendiri
sambil menungguku memasukkan penis. Penis sudah kuarahkan ke vagina.
Tante, nggak
bisa masuk, nih, tanyaku bingung.
Tekan saja
yang kuat. Tapi pelanpelan.
Aku ikuti
sarannya, tetap saja susah. Dasar pemula. Jadinya penisku hanya merangsang
mulut vagina saja, mengggosok klitoris, tapi itu malah membuat Tante makin
terangsang.
Ayo
masukkan, Tante sudah hampir keluar,
Dengan
tenaga penuh aku coba lagi. Dan, berhasil. Kepala penisku bisa masuk walau
sempit sekali. Tante Sofi bergoyang untuk meraAgiln gesekan karena klimaksnya
semakin dekat. Ketika aku coba masukkan lebih dalam lanjut pantat Tante
bergoyang hebat. Otot vaginanya seperti meremasremas. Penisku yang walau baru
kepalanya saja menikmati remasan vagina ini. Dan Tantepun orgasme.
Setelah itu
dia jatuh dan berbaring dalam bathtub. Aku sudah melepaskan penisku.
Tante,
maafin saya ya, kataku agak menyesal.
Aku belum
memasukkan seluruh penisku dalam vaginanya saat dia orgasme.
Nggak
apaapa. Kepala penisnya sudah nikmat, koq. Ayo kita coba lagi. Sekarang penis
kamu mau dikulum, nggak? Tak usah bertanya. Ganti aku yang duduk di tepi
bathtub.
Tante
merangkak dan mengulum penisku. Ah, pose seperti ini membuat aku nyaman, seakan
aku yang punya kuasa. Di ujung tubuh yang merangkak itu ada pantat.
Wah,
empuknya seperti payudara. Akupun menjamah dan meremasremasnya. Kadang aku
membandingkan dengan satu tangan tetap meremas pantat, tangan yang lain meremas
payudara. Kenikmatan ganda. Kelihatannya Tante juga menikmati sekali.
Ombak
berdebur kecil di bathtub itu. KuraAgiln penisku mulai megeluarkan tanda akan
klimaks. Tumben cukup lama sekali aku bertahan. Mungkin karena obat yang
diberikan Tante. Kuhentikan gerakan Tante, kuanggukkan kepalaku ke wajahnya
yang masih mengulum penisku. Tante berdiri, aku mengikutinya.
Tante
membuka vaginanya, aku mengarahkan penisku. Kugosokgosokkan ke vaginanya.
Kutemukan klitosinya. Seperti puting susu, kumasukkan klitoris itu ke dalam
lubang penisku. Rangsangannya kuat, sampaisampai Tante mau jatuh lagi seperti
ketika klitorisnya kuhisap kuatkuat.
Ok, sekarang
aku mulai memasukkan penisku. Tante Sofi menggenggam penisku, mengarahkan agar
bisa masuk. Aku seperti orang bodoh yang harus diajari untuk melakukan gerakan
yang kupikir semua lakilaki juga bisa. Ternyata tidak mudah. Dengan susah payah
akhirnya kepala penisku masuk.
Seperti
tadi, kucoba goyang maju mundur untuk membuatnya siap melanjutkan misinya.
Suasana begitu sepi, mungkin sudah malam. Tapi hujan masih menetes satusatu.
Sunyi. Saat itu, tibatiba ada ketukan di pintu rumah. Toktoktok Dan kami diam
seperti hendak dipotret saja,
SofiSofi,
ini aku. bukain pintu dong, teriak seorang lakilaki.
Kami bagai
tersambar geledek, mematung dalam badai. Hujan tadi berlanjut menjadi badai
akibat suara itu.
Mas Wawan,
bisik Tante Sofi pelan. Penisku langsung lemas, keluar begitu saja dari vagina
yang telah susah payah berusaha dijebolnya.
Apa yang
harus kita lakukan?
Aku akan
berpurapura
Kalau aku?
Sembunyi
saja. Dimana? Katakata kami meluncur cepat nyaris tak bersuara. Kami berusaha
berfikir. Agak sulit, karena sedari tadi hanya menggunakan nafsu.
Sofi, kamu
tidur ya? Bukain dong, suara Om Wawan seakan detikdetik bom waktu yang siap
meledak. Wajah Tante Sofi sedikit cerah.
Aku ada akal
Gimana?
tanyaku tak sabar.
Kamu di sini
saja dulu. Jangan keluar sebelum kupanggil.
Tante Sofi
merendam lagi dirinya dalam bathtub, kemudian keluar. Aku menutup pintu kamar
mandi, tidak terlalu rapat agar bisa melihat keadaan. Kulihat Tante Sofi
membawa pakaianku dan menengelamkannya dalam tumpukan jemurannya.
Mengelap
lagi sofa dengan dasternya, melemparkan daster itu ke tumpukan jemuran.
Kemudian membuka pintu.
Apa yang
dilakukannya? Dia sudah gila? Aku bisa mati jika suaminya tahu kami telah
berbuat.
Belum sih, tapi hanpir menyetubuhi istrinya. Lalu? {Adakah mantra
untuk menghilang? Aku takut menghadapi kenyataan Saat ini Di tempat ini Dalam
keadaan ini Dengan apa yang telah kulakukan.
Post a Comment