Cerita Seks Bercinta Dengan Adik Sepupuku Di Kos
Cerita Seks Bercinta Dengan Adik Sepupuku Di Kos
![]() |
Cerita Seks Bercinta Dengan Adik Sepupuku Di Kos |
Berita Terkini - Kedua barbel kecil masing-masing seberat 5 kilogram terasa telah kian berat saja kuayun-ayunkan bergantian. Keringatku telah sejak tadi berseleweran membasahi seluruh tubuhku yang kuperhatikan lewat cermin sebesar pintu di depanku itu telah tambah mekar dan kekar.
Kalau dibSandingkan dengan atlet binaraga, aku tak kalah
indahnya. Aku hanya tersenyum sambil kemudian menaruh kedua barbelku dan
menyeka keringat di dahi. Kuperhatikan jam telah menunjukan pukul 22:39 tepat.
Ya, memang pada jam-jam seperti ini aku biasa olahraga berat
untuk membentuk otot-otot di tubuhku. Suasana sepi dan udara sejuk sangat aku
sukai. Kamar kost-ku di pinggiran utara kota Jogja memang menawarkan hawa
dinginnya. Itulah sebabnya aku sangat betah kost di sini sejak resmi jadi
mahasiswa hingga hampir ujian akhirku yang memasuki semester delapan ini.
Sudah jadi kebiasaanku, aku selalu berolahraga dengan
telanjang bulat, sehingga dapat kuperhatikan tubuhku sendiri lewat cermin itu
yang kian hari kian tumbuh kekar dan indah. berkulit sawo matang gelap. Rambut
kasar memenuhi hampir di seluruh kedua lengan tangan dan kaki serta dadaku yang
membidang ke bawah, lebih-lebih pada daerah kemaluanku.
Rambutnya tumbuh subur dengan batang zakarnya yang selalu terhangati
olehnya. Kuraba-raba batang kemaluanku yang mulai beranjak tegang ereksi ini.
Hmm, ouh, mengasyikan sekali. Air keringatku turut membasahi batang zakar dan
buah pelirku.
Dengan sambil duduk di kursi plastik aku berfantasi
seandainya ini dilakukan oleh seorang wanita. Mengelus-elus zakarku yang pernah
kuukur memiliki panjang 16 centimeter dengan garis lingkar yang 5 centimeter!
Mataku hanya merem melek saja menikmati sensasi yang indah ini.
Perlahan-lahan aku mulai melumuri batang zakarku dengan air
liurku sendiri. Kini sambil menggenggam batang zakar, aku terus menerus
melakukan mengocok-ngocok secara lembut yang berangsur-angsur ke tempo cepat.
Aku tengah menikmati itu semua dengan sensasiku yang luar
biasa ketika tiba-tiba pintu kamar kost-ku diketok pelan-pelan. Sial, aku
sejenak terperangah, lebih-lebih saat kudengar suara cewek yang cukup lama
sekali tak pernah kudengar.
“Mas, Mas Sandi? Ini aku, Nata!”
Nata? Adik sepupuku dari Pekalongan? Ngapain malam-malam
begini ini datang ke Jogja? Gila! Buru-buru aku melilitkan kain handuk kecilku
sambil memburu ke arah pintu untuk membukakannya. “Nata?” ucapku sambil
menggeser posisiku berdiri untuk memberi jalan masuk buat adik sepupuku yang
terkenal tomboy ini.
Nata terus saja masuk ke dalam sambil melempar tas ranselnya
dan lari ke kamar mandi yang memang tersedia di setiap kamar kost ini. Sejenak
aku melongok keluar, sepi, hanya gelap di halaman samping yang menawarkan
kesunyian. Pintu kembali kututup dan kukunci. Aku hanya menghela nafasku dalam-dalam
sambil memperhatikan tas ransel Nata.
Tak berapa lama Nata keluar dengan wajah basah dan kusut.
Rambutnya yang lebat sebahu acak-acakan. Aku agak terkejut saat menyadari bahwa
kini Nata hanya memakai kaos oblong khas Jogja. Rupanya ia telah melepas celana
jeans biru ketatnya di kamar mandi.
Kulit pahanya yang kuning langsat dan ketat itu terlihat
jelas. “Ada masalah apa lagi, hmm? Dapat nilai jelek lagi di sekolahan lalu
dimarahi Bapak Ibumu?” tanyaku sambil mendekat dan mengelus rambutnya, Nata
hanya terdiam saja. Anak SMU kelas dua ini memang bandel. Mungkin sifat
tomboynya yang membuat dirinya begitu.
Tak mudah diatur dan maunya sendiri saja. Jadinya, aku ini
yang sering kewalahan jika ia datang mendadak minta perlindunganku. Aku memang
punya pengaruh di lingkungan keluarganya.
Nata hanya berdiri termangu di depan cermin olah ragaku.
Walau wajahnya merunduk, aku dapat melihat bahwa dia sedang memandangi tubuhku
yang setengah telanjang ini.
“Lama ya Mas, Nata nggak ke sini.”
“Hampir lima tahun,” jawabku lebih mendekat lagi lalu
kusadari bahwa lengan dan tangannya luka lecet kecil.
“Berantem lagi, ya? Gila!” seruku kaget menyadari
memar-memar di leher, wajah, kaki, dan entah dimana lagi.
“Nata kalah, Mas. Dikeroyok sepuluh cowok jalanan. Sakit
semua, ouih. Mas, jangan bilang sama Bapak Ibu ya, kalau Nata kesini. Aduh..!”
teriak tertahan Nata mengaduh pada dadanya.
“Apa yang kamu rasakan ? Dimana sakitnya, dimana?” tanyaku
menahan tubuhnya yang mau roboh.
Tapi dengan kuat Nata dapat berdiri kembali secara gontai
sambil memegangi lenganku.
“Seluruh tubuhku rasanya sakit dan pegal semua, Mas, ouh!”
“Biar Mas lihat, ya? Nggak apa-apa khan? Nggak malu, to?”
desakku yang terus terang aku sudah mulai tergoda dengan postur tubuh Nata yang
bongsor ketat.
Nata hanya mengangguk kalem.
“Ah, Mas Sandi. Nata malah pengin seperti dulu lagi, kita
mandi bareng.. Nata kangen sama pijitan Mas Sandi!” ujar Nata tersenyum malu.
Edan! Aku kian merasakan batang kemaluanku mengeras ketat.
Dan itu jelas sekali terlihat pada bentuk handuk kecil yang menutupinya, ada
semacam benda keras yang hendak menyodok keluar. Dan Nata dapat pula
melihatnya! Perlahan kulepas kaos oblong Nata.
Sebentar dirinya seperti malu-malu, tapi kemudian membiarkan
tanganku kemudian melepas BH ukuran 36B serta CD krem berenda ketatnya. Aku
terkejut dan sekaligus terangsang hebat. Di tubuh mulusnya yang indah itu,
banyak memar menghiasinya. Aku berjalan memutari tubuh telanjangnya.
Dengan gemetaran, jemariku menggerayangi wajahnya, bibirnya,
lalu leher dan terus ke bawahnya. Cukup lama aku meraba-raba dan mengelus serta
meremas lembut buah dadanya yang ranum ini. “Mas Sandi.. enak sekali Mas,
teruskan yaa.. ouh, ouh..!” pinta mulut Nata sambil merem-melek. Mulutku kini
maju ke dada Nata. Perlahan kuhisap dan kukulum nikmat puting susunya yang
coklat kehitaman itu secara bergantian kiri dan kanannya.
Sementara kedua jemari tanganku tetap meremas-remas kalem
dan meningkat keras. Mulut Nata makin merintih-rintih memintaku untuk berbuat
lebih nekat dan berani. Nata menantangku, sedotan pada puting susunya makin
kukeraskan sambil kuselingi dengan memilin-milin puting-puting susu tersebut
secara gemas.
“Auuh, aduh Mas Sandi, lebih keras.. lebih kencang, ouh!”
menggelinjang tubuh Nata sambil berpegangan pada kedua pundakku. Puting Nata
memang kenyal dan mengasyikan. Kurasakan bahwa kedua puting susu Nata telah
mengeras total. Aku merendahkan tubuhku ke bawah, mulutku menyusuri kulit tubuh
bugil Nata, menyapu perutnya dan terus ke bawah lagi.
Rambut kemaluan Nata rupanya dicukur habis, sehingga yang
tampak kini adalah gundukan daging lembut yang terbelah celah sempitnya yang
rapat. Karuan lagi saja, mulutku langsung menerkam bibir kemaluan Nata dengan
penuh nafsu. Aku terus mendesakkan mulutku ke dalam liang kemaluannya yang
sempit sambil menjulurkan lidahku untuk menjilati klitorisnya di dalam sana. Nata
benar-benar sangat menggairahkan.
Dalam masalah seks, aku memang memliki jadwal rutin dengan
pacarku yang dokter gigi itu. Dan kalau dibandingkan, Nata lebih unggul dari
Sinta, pacarku.
Mulutku tidak hanya melumat-lumat bibir kemaluan Nata, tapi
juga menyedot-nyedotnya dengan ganas, menggigit kecil serta menjilat-jilat.
Tanpa kusadari kain handukku terlepas sendiri. Aku sudah
merasakan batang kemaluanku yang minta untuk menerjang liang kemaluan lawan.
Karuan lagi, aku cepat berdiri dan meminta Nata untuk jongkok di depanku.
Gadis itu menurut saja. “Buka mulutmu, Dik. Buka!” pintaku
sambil membimbing batang kemaluanku ke dalam mulut Nata. Gadis itu semula
menolak keras, tapi aku terus memaksanya bahwa ini tidak berbahaya. Akhirnya Nata
menurut saja. Nata mulai menyedot-nyedot keras batang kemaluanku sembari
meremas-remas buah zakarku.
Ahk, sungguh indah dan menggairahkan. Perbuatan Nata ini
rupanya lebih binal dari Sinta. Jemari Nata kadangkala menyelingi dengan
mengocok-ngocok batang kemaluanku, lalu menelannya dan melumat-lumat dengan
girang.
“Teruskan Dik, teruskan, yeeahh, ouh.. ouh.. auh!” teriakku
kegelian. Keringat kembali berceceran deras. Aku turut serta menusuk-nusukan
batang kemaluanku ke dalam mulut Nata, sehingga gadis cantik ini jadi
tersendak-sendak. Tapi justru aku kian senang. Kini aku tak dapat menahan
desakan titik puncak orgasmeku. Dengan cepat aku muntahkan spermaku di dalam
mulut Nata yang masih mengulum ujung batang kemlauanku.
“Croot.. creet.. crret..!”
“Ditelan Dik, ayo ditelan habis, dan bersihkan lepotannya!”
pintaku yang dituruti saja oleh Nata yang semula hendak memuntahkannya. Aku
sedikit dapat bernafas lega. Nata telah menjilati dan membersihkan lepotan air
maniku di sekujur ujung zakar.
“Maass, ouh, rasanya aneh..!” ujar Nata sambil kuminta
berdiri. Sesaat lamanya kami saling pandang. Kami kemudian hanya saling
berpelukan dengan hangat dan mesra. Kurasakan desakan buah dadanya yang kencang
itu menggelitik birahiku kembali.
“Ayo Dik, menungging di depan cermin itu!” pintaku sambil
mengarahkan tubuh Nata untuk menungging. Nata manut. Dengan cepat aku terus
membenamkan batang kemaluanku ke liang kemaluan Nata lewat belakang dan
melakukan gerakan maju mundur dengan kencang sekali.
“Aduuh, auuh.. ouh.. ouh.. aah.. ouh, sakit, sakit Mas!”
teriak-teriak mulut Nata merem-melek. Tapi aku tak peduli, adik sepupuku itu
terus saja kuperkosa dengan hebat. Sambil berpegangan pada kedua pinggulnya,
aku menari-narikan batang kemaluanku pada liang kemaluan Nata.
“Sakiit.. ouhh..!”
“Blesep.. slep.. sleep..” suara tusukan persetubuhan itu
begitu indah.
Nata terus saja menggelinjang hebat.
Aku segera mencabut batang kemaluanku, membalikkan posisi
tubuh Nata yang kini telentang dengan kedua kakinya kuminta untuk melipat
sejajar badannya. sementara kedua tangannya memegangi lipatan kedua kakinya.
Kini aku bekerja lagi untuk menyetubuhi Nata.
“Ouuh.. aahhk.. ouh.. ouh..!”
Dengan menopang tubuhku berpegangan pada buah dadanya, aku
terus kian ganas tanpa ampun lagi menikam-nikam kemaluan Nata dengan batang
kemaluanku.
“Crroot.. cret.. creet..!”
Menyemprot air mani zakarku di dalam liang kemaluan Nata.
“Maas.. ouuh.. aduh.. aahk!” teriak Nata yang langsung agak lunglai lemas,
sementara aku berbaring menindih tubuh bugilnya dengan batang kemaluanku yang
masih tetap menancap di dalam kemaluanya.
“Dik Nata, bagaimana kalau adik pindah sekolah di Jogja
saja. Kita kontrak satu rumah.. hmm?” tanyaku sambil menciumi mulut tebal
sensual Nata yang juga membalasku. “Nata sudi-sudi saja, Mas. Ouh..”
Post a Comment