Cerita Seks Seorang Ayah Bercinta Dengan Ketiga Anak Perempuannya
Cerita Seks Seorang Ayah Bercinta Dengan Ketiga Anak Perempuannya
![]() |
Cerita Seks Seorang Ayah Bercinta Dengan Ketiga Anak Perempuannya |
Berita Terkini - Aku dan istriku tak pernah memiliki apa yang anda biasa sebut dengan kehidupan seks yang menarik. Saat kami melakukan seks, biasanya hanya dalam posisi yang wajar saja. Irama kehidupan seks kami yang boleh kukatakan membosankan itulah, aku mulai berfantasi tentang ‘hal dan orang lain’. Untuk bahan fantasiku, aku membiasakan menonton film porno di malam hari setelah semua orang di rumah tidur.
Yang mengejutkanku, kebanyakan film porno itu selalu
melibatkan seorang gadis muda. Dalam usia kepala tiga, aku tak pernah
memikirkan wanita yang lebih muda sampai aku menyaksikan film-film itu. Aku
sadar kalau ternyata gadis-gadis muda sangatlah panas.
Hal lain yang menarik perhaRianku adalah kenyataan kalau
permainan lesbian sangat populer. Aku mulai tertarik dengan gadis muda yang
mencumbui vagina gadis muda lainnya yang lembut, basah, dan biasanya tak
berambut.
Melihat film-film itu untuk berfantasi mulai mengubah
kehidupanku. Aku mempunyai tiga orang anak gadis yang beranjak remaja. Aku
mulai memperhatikan mereka, kulihat cara mereka berpakaian, cara jalannya, dan
segala tingkah laku mereka. Mereka menjadi obsesiku sendiri! Kuamati lebih
detil saat mereka bangun pagi untuk melihat putingnya yang mengeras di balik
pakaian tidur mereka. Kunikmati puting mereka yang terayun saat mereka
berjalan-jalan dalam rumah. Aku terus mengamati mereka sampai semuanya beranjak
menjadi seorang gadis muda yang sempurna.
Yang tertua adalah Irma. Dia mempunyai puting yang paling
besar, branya mungkin D-cup atau lebih besar. Dia sesungguhnya tak terlalu
cantik, tapi enak dipandang. Aku yakin teman-teman cowoknya banyak yang
memperhatikan dadanya. Irma juga mempunya pantat yang kencang dan besar. Tapi
meskipun dia yang paling tua di antara saudara-saudaranya, dia sering
bertingkah seperti gadis berusia separuh umurnya.
Yang paling muda Ria. Ria mungkin yang paling cantik di
antara ketiganya. Masalahnya adalah dia pemalas, hanya duduk dan tak
mengerjakan apa pun sepanjang waktu. Jadi pantatnya menjadi melebar..?
Putingnya baru mulai tumbuh. Dan di samping itu dia tomboy, aku jadi
mempertanyakan jenis kelaminnya. Dia lebih suka berada di antara cowok daripada
cewek.
Eva yang di tengah, di antara anak-anakku, bentuk tubuhnya
lah yang terbagus. Bagiku, dia mempunyai tubuh dalam fantasiku. Dia memiliki
tubuh yang sempurna dengan bra B-cupnya, atau C-cup kecil. Rambutnya yang
panjang hingga melewati bahunya, dan matanya selalu nampak mempesona.
Masalahnya dia yang paling bandel. Selalu membuat masalah. Dia juga sadar kalau
dia punya tubuh yang bagus dan selalu memakai pakaian yang memperlihatkan hal
itu. Di antara anak-anakku, Eva lah yang jadi bahan fantasi utamaku. Setiap
kali aku menyetubuhi istriku, Eva lah yang ada dalam benakku!
Kisah ini bermula dengan Irma dan temannya Nindy. Nindy setahun
lebih muda, tapi mereka sangat akrab. Nindy selalu menginap di rumah kami
setidaknya sekali sebulan. Nindy sangat kurus, dadanya kecil, tapi sangat
manis.
Suatu malam saat Nindy menginap, aku mulai melihat film
porno seperti biasa. Suaranya kumatikan jadi aku dapat mendengar kalau ada
orang yang mendekat. Lagipula aku dengar suara berisik dari kamar Irma. Kupikir
mereka sedang sibuk dengan urusan gadis remaja dan begadang sampai pagi
ngomongin tentang cowok dan sekolah, atau apapun yang menjadi urusan gadis
seusia mereka. Entah bagaimana suara yang kudengar tak lagi seperti orang yang
sedang ngobrol. Kadang kudengar suara erangan.. Yang lama-lama cukup keras
juga.
Aku mendekat ke pintu kamar Irma dan lebih mendengarkan apa
yang tengah terjadi. Dan benar! Itu suara erangan dan cukup berisik! Kalau saja
pintunya tak tertutup pasti kedengaran sampai luar dengan jelas. Lalu aku
dengar teriakan kenikmatan.
Kudorong pintunya sedikit terbuka. Apa yang kulihat didalam
sangat mengejutkanku. Nindy dan Irma berbaring di lantai dengan Ria diantara
mereka. Kepala Nindy berada diantara paha Irma dan kepala Ria ada di sela paha
Irma..
Setelah mataku dapat menyesuaikan dengan kegelapan kamar
itu, kulihat dada Irma bergerak naik turun dengan cepat karena nafasnya. Putingnya
ternyata lebih besar dari yang kubayangkan. Tangannya memelintir putingnya
sendiri saat Nindy menjilati kelentitnya dan dua jarinya yang terbenam pada
vagina Irma. Mata Irma terpejam dalam kenikmatan yang diberikan Nindy.
Aku terus memperhatikan mereka hingga paha Irma mencengkeram
kepala Nindy dan terlihat sepertinya dia akan ‘memecahkan’ putingnya sendiri
saat dia mendapatkan orgasmenya pada wajah Nindy. Kelihatannya Nindy juga telah
orgasme dalam waktu yang sama, karena dia mengangkatkan kepalanya dari paha
Irma dengan cairan vagina yang menetes jatuh di pipinya seiring dengan tubuhnya
yang mengejang dan kudengar sebuah umpatan keluar dari bibirnya. Aku terkejut
mundur saat kurasakan ada tubuh yang menekan punggungku. Saat kutengok, kulihat
Eva sedang berdiri di depanku. Eva memandangku dengan mata indahnya dan
bertanya..
“Apa Papa menikmatinya?” lalu dia melihat ke bawah dan
meremas penisku yang sudah keras.
“Tak perlu dijawab, aku bisa lihat dan kurasa Papa
menikmatinya.”
“Kenapa Papa tak lepas saja celana Papa dan bergabung dengan
kami?” tanyanya bersamaan dengan tangannya yang bergerak masuk dalam celanaku
dan mulai meremas penisku dengan pelan.
Dan sepertinya aku tak menginginkan hal lain selain ikut
bergabung dengan anak-anakku, tapi..
“Papa nggak bisa, Mama kalian akan membunuh Papa.” Aku
dengar suara Irma saat aku mulai menjauhi mereka.
“Papa nggak tahu apa yang Papa lewatkan!”
Sedihnya, aku tahu apa yang telah kulewatkan. Aku telah
melewatkan kesempatan untuk mendapatkan tak hanya satu, tapi empat gadis muda
yang panas. Fantasiku hampir saja jadi nyata.
Aku pergi ke kamarku dan berbaring disamping isteriku.
Biasanya saat aku dan isteriku melakukan hubungan seks terasa hambar. Kali ini
saat aku merangkak ke atas tubuhnya, kusetubuhi dia dengan keras dan cepat. Aku
keluar dalam beberapa menit saja, baru saja kukeluarkan penisku..
“Bagaimana denganku?” kudengar isteriku bertanya dan
memegang penisku yang masih keras.
Dia bergerak naik di atasku dan segera memasukkan kembali
penisku dalam vaginanya. Ini pertama kalinya dia berinisiatif. Dan kupikir ini
juga pertama kalinya dia di atas. Isteriku bergerak naik turun dan dapat
kurasakan tangannya yang mempermainkan kelentitnya saat dia bergerak diatasku.
Melihat isteriku yang berusaha meraih orgasmenya membuatku
terangsang kembali. Kuremas payudarnya, kubayangkan yang berada dalam
genggamanku adalah milik Irma. Kupelintir putingnya diantara jariku, keras dan
lebih keras lagi, tak mungkin menghentikan aku. Dia menggelinjang kegelian,
tangannya semakin menekan kelentitnya. Ini pertama kalinya kurasakan cairan
vagina isteriku menyemprot padaku. Orgasmenya kali ini terhebat dari yang
pernah didapatkannya. Aku jadi berpikir apa dia benar-benar puas dengan
kehidupan seks kami sebelumnya.
Isteriku mulai melemah. Aku belum keluar kali ini, jadi
kugulingkan tubuhnya kesamping dan segera menindihnya. Langsung kuhisap
putingnya dengan bernafsu. Kusetubuhi dia dengan kekuatan yang tak pernah
kubayangkan sebelumnya. Aku mulai merasakan orgasmeku akan segera meledak. Saat
puncakku semakin dekat, kugigit putingnya sedikit lebih keras, yang membawanya
pada orgasmenya. Dan saat kurasakan dinding vaginanya berkontraksi pada
penisku, kutembakkan spermaku jauh didalam tubuhnya untuk kedua kalinya dalam
tiga puluh menit ini. Kuturunkan tubuhku dari atasnya.
“Tadi sungguh hebat” kata isteriku.
“Seharusnya kamu lebih sering seperti tadi.”
Saat aku bangun keesokan harinya, isteriku sudah tak ada di
sampingku. Tiba-tiba kejadian tadi malam kembali terbayang. Kupejamkan mataku
menikmatinya dan tanganku bergerak kebawah mulai mengocok penisku yang
mengeras. Aku hampir saja mendapatkan orgasmeku saat kudengar..
“Kenapa Papa tak membiarkan kami saja yang melakukan untuk
Papa?”
Kubuka mataku segera dan terkejut saat melihat Irma dan Nindy
berdiri di pintu kamarku. Orgasmeku tak dapat kucegah seiring dengan bayangan
wajah Nindy yang belepotan dengan cairannya Irma yang melintas di benakku.
“Ups, terlambat!” kata Irma saat mereka meninggalkan kamar.
Aku langsung bangkit dan segera mandi. Aku hampir selesai
mandi saat tiba-tiba isteriku membuka pintu kamar mandi dan menyelinap masuk.
“Anak-anak sudah pergi. Ayo bersenang-senang.”
Isteriku berjongkok di depanku dan memasukkan penisku yang
masih loyo ke mulutnya. Penisku mulai membesar dalam mulutnya karena rangsangan
lidahnya yang bergerak liar. Penisku makin membesar dan kurasakan kepala
penisku meluncur masuk ke tenggorokannya. Dia tak menariknya keluar dan
bibirnya semakin ditekankan ke rambut kemaluanku. Lalu kurasakan dia mulai
menelan, gerakan tenggorokannya serasa ombak hangat yang basah pada penisku.
Dan hal ini pertama kalinya bagi kami juga. Rasanya sungguh dahsyat, sesuatu
yang belum pernah kualami. Isteriku mempunyai keahlian yang disembunyikan dariku.
Pelan-pelan dikeluarkannya penisku dari tenggorokannya lalu
dimasukkannya lagi seluruhnya. Dia menatapku dengan penisku yang terkubur dalam
mulutnya dan dengan pelan dikeluarkannya lagi.
“Kamu menyukainya sayang?” tanyanya.
Sebelum aku dapat menjawabnya dia melakukan hal itu lagi,
menelanku seluruhnya. Dia mulai menggerakkanya keluar masuk dalam mulutnya, dan
tetap memandangku saat dia melakukan itu. Isteriku mulai menaikkan temponya
hingga aku tak dapat menahannya lebih lama lagi saat tiba-tiba dia berhenti..
“Hei, hei, tunggu dulu bung. Belum waktunya. Lubangku yang
lain perlu dimasuki, tahu.” katanya.
Isteriku berdiri dan berputar. Dia membungkuk di depanku,
merapatkan pantatnya padaku. Penisku terjepit di lubang anusnya maka kuarahkan
pada vaginanya.
“Siapa suruh mengalihkan senjatamu?” tanyanya.
“Kembalikan ke tempat semula!”
Dia meraihnya dan lalu mengembalikan penisku ke anusnya,
sesuatu yang pernah kulakukan sebelumnya, tapi tidak dengannya. Pelan-pelan dia
mendorong pantatnya ke belakang. Kulihat barangku jadi bengkok karena tekanan
itu, kepala penisku mulai membelah lubang anusnya, tapi belum masuk. Kemudian
tiba-tiba masuk begitu saja, hanya kepalanya saja.
Dia mengerang. Lalu, dia terus menekan ke belakang dan memperhatikan
aku memasukkan batang penisku seluruhnya. Aku tak dapat menolak rangsangan ini,
kuraih pinggangnya dan mendorong lebih keras lagi untuk memastikan aku telah
memasukinya seutuhnya. Kuputar pinggangku, memastikan dia dapat merasakan setiap
mili senjataku didalamnya, aku terpukau akan pemandangan penisku yang terkubur
dalam lubang anusnya. Lalu perlahan aku bergerak mundur.
Saat hampir seluruhnya keluar kemudian kutekan lagi ke
depan. Berikutnya aku benar-benar keluarkan penisku dan menggodanya, mengoleskan
kepalanya saja pada lubang anusnya. Lalu benar-benar kusingkirkan menjauh dan
melesakkan batang penisku kembali kedalam lubang anusnya. Aku bergerak maju
mundur dengan cepat. Pelan, cepat, pelan dan keras. Tak terlalu lama orgasmeku
mulai naik. Dia pasti dapat merasakannya karena dia mulai memainkan tangannya
pada vaginanya, berusaha untuk meraih orgasmenya sendiri. Untung saja dia
mendapatkannya sebelum aku..
Saat kurasakan orgasmenya segera meledak, aku bergerak
semakin liar. Pantatnya bergoyang dalam setiap hentakan. Dia mulai mengerang
dengan keras seiring hentakanku terhadapnya. Tak kuhentikan gerakanku saat
orgasme merengkuhnya, milikku segera datang! Kudorong diriku sejauh yang kubisa
dan membiarkan spermaku bersarang dalam lubang anusnya. Isteriku berteriak saat
orgasme datang padanya secara berkesinambungan seiring ledakan spermaku yang
kuberikan padanya. Akhirnya, aku selesai, tapi dia mendapatkan orgasme sekali
lagi saat kepala penisku keluar dari jepitan lubang anusnya.
Isteriku membersihkan tubuhku lalu mendorongku keluar dari
kamar mandi. Aku melangkah ke kamar kami dan berganti pakaian. Baru saja aku
selesai memakai pakaian saat isteriku keluar dari kamar mandi dan muncul dalam
kamar.
“Tadi benar-benar indah” katanya.
“Mungkin kita harus mengulanginya lagi nanti. Sekarang
keluarlah dan nonton TV.”
Anak-anakku, tanpa Nindy pulang tak lama kemudian. Semuanya
bertingkah normal. Aku lihat pertandingan bola, dan mereka melakukan apa yang
biasa mereka kerjakan di hari Minggu sore.
Sisa seminggu itu normal-normal saja. Gadis-gadis pergi ke
sekolah dan Isteriku pergi kerja seperti biasanya. Tak ada seorangpun yang
bicara atau menanyakan tentang kejadian minggu lalu. Isteriku terlalu letih Riap
malamnya sepulang dia kerja. Anak-anakku juga bersikap seperti tak pernah
terjadi apapun. Aku jadi mulai berpikir apakah itu hanya khayalanku atau aku
bermimpi tentang itu?
Saat aku pulang kerja di hari Jum’at, anak-anaku meminta
ijinku apa temannya boleh menginap nanti malam. Nindy ingin menghabiskan kembali
akhir minggunya bersama kami dan Eva ingin temannya Ami bermalam juga. Aku suka
Ami. Dia anggun. Kalau saja aku masih remaja, aku pasti akan mengajaknya
kencan. Dia, seperti Eva, memiliki sosok sempurna. Bedanya Ami memiliki wajah
yang dapat membuatnya dengan mudah jadi seorang model kalau dia mau.
Malam harinya semuanya pergi tidur lebih awal. Mereka
benar-benar ingin lepas dari rutinitas hariannya, baik itu sekolah atau kerja.
Saat kami bangun hari Sabtunya, semua orang memintaku untuk mengadakan pesta
kebun. Maka, isteriku mengajak mereka semua pergi ke toko untuk belanja. Aku
beristirahat sejenak kemudian pergi mandi. Ada kerjaan menungguku saat mereka
pulang nanti.
Saat mereka akhirnya pulang, sepertinya mereka memborong
semua barang-barang di toko. Aku bilang pada mereka kalau hanya aku saja yang
memasak pasti tak akan selesai. Bisa kacau jadinya. Akhirnya mereka bersedia
berbagi tugas. Dengan semua belanjaan yang mereka borong, memerlukan hampir dua
jam untuk memasaknya. Badanku bau asap dan terasa sangat letih. Saat aku masuk
kedalam rumah, tak ada seorangpun di ruang keluarga ataupun dapur.
“Hey! Dimana kalian?” teriakku, “Saatnya makan!”
“Ya!” kudengar jawaban dari kamar Irma. Tapi tak ada
seorangpun yang datang untuk makan.
“Hey, kalian sedang apa sih? Apa nggak ada yang mau makan?”
tanyaku jengkel.
“Ada!” kembali hanya jawaban yang kudengar dari kamar Irma.
Aku mendekat ke kamar Irma dan ternyata pintunya sedikit
terbuka. Saat aku menengok kedalam, kulihat para gadis dengan berbagai posisi
tanpa pakaian. Kudorong pintunya agar lebih terbuka.
“Apa yang kalian lakukan?”
“Sedang menunggu Papa.” Eva menjawab dan mendekat lalu
menarik tanganku agar masuk.
“Kami membiarkan Papa minggu kemarin, tapi akhir pekan ini
Papa tak akan dapat lolos dengan mudah.”
“Sudah Papa bilang. Mama kalian akan membunuhku!” tangkisku.
“Tidak, aku tak akan melakukannya!” kudengar suara isteriku
saat kulihat dia mengangkat kepalanya di antara paha Irma.
“Gadis-gadis ini menginginkanmu! Bisa apa aku menolak
mereka?”
Eva menarik tanganku ke tengah kamar. Baru kemudian aku
sadar kalau dia tak mengenakan selembar benangpun. Kupandangi tubuhnya. Apa
yang kusaksikan ini jauh lebih baik dari yang kubayangkan. Payudaranya besar
tapi kencang dengan putingnya yang menunggu untuk segera dihisap.
“Bisa apa aku menolak mereka?” pikirku saat aku rendahkan
tubuhku dan mulai menghisap puting itu.
Kurasakan puting Eva membesar dalam mulutku, lalu kutaruh
diantara gigiku dan mulai menggigitnya pelan. Saat aku sedang sibuk dengan itu
kurasakan ada tangan yang menarik turun resletingku. Lalu tangan itu merogoh
kedalam celana dalamku dan mengeluarkan penisku. Aku melihat ke bawah dan
kudapati Ami sedang mengarahkan penisku ke mulutnya dan segera saja dihisapnya.
Kutelusuri lekuk tubuh Irma dengan tanganku sampai pada vaginanya yang tak
berambut, dan menyelipkan jariku padanya. Dapat kurasakan kehangatan dalam
vaginanya dan basah saat jariki kutekankan masuk dengan pelan. Aku berusah
untuk mendorongnya lebih dalam lagi, tapi terasa ada yang menahan gerakanku.
Eva memandangku..
“Ya, Eva masih perawan, dan jari Papa adalah benda pertama
yang memasuki vagina Eva. Eva harap penis Papalah yang kedua.” aku membungkuk
dan mencium Eva, bibir kami seakan melebur bersama, sebuah ciuman yang
sempurna.
Sementara itu, Ami masih mengoralku. Usahanya jelas
berdampak padaku. Aku melihat kebawah, kepalanya bergerak maju mundur pada
batang penisku. Aku tak ingin mengeluarkan sperma pertamaku dalam mulut Ami
sedangkan ada pilihan lainnya. Vagina perawan Eva dihadapanku. Maka kukeluarkan
penisku dari mulut Ami.
“Kita dapat melanjutkannya nanti.” kataku padanya.
Kudorong Eva ke tempat tidur, menindihnya dengan lembut.
Kucium dia lagi lalu ciumanku bergerak ke sekujur tubuh telanjangnya. Kujilati
lehernya, dan kutinggalkan bekas disana agar dia mengingat kejadian indah ini
nantinya. Kemudian aku bergerak ke dadanya, menghisapi putingnya. Ini
mengakibatkan beberapa lenguhan keluar dari mulutnya. Saat kugigit lembut
putingnya dan punggungnya terangkat sedikit keatas karena terkejut. Lalu turun
ke perutnya hingga akhirnya bermuara pada vaginanya yang tak berambut.
Kupandangi sejenak lalu kubenamkan hidungku pada celahnya.
Aroma yang keluar dari vaginanya semakin membuatku mabuk. Saat kugantikan
hidungku dengan lidah, akibatnya jadi jauh lebih baik lagi. Saat ujung lidahku
merasakan untuk pertama kalinya hampir saja membuatku orgasme! Eva telah basah
dan siap untuk aksi selanjutnya. Penisku membesar dan keras hanya dengan
membayangkan apa yang segera menantiku didepan wajahku ini.
Ciumanku bergerak keatas dan berlabuh dalam lumatan bibirnya
lagi seiring dengan kepala penisku yang menguak beranda keperawanannya. Eva
mengalungkan lengannya dileherku dan menjepit pinggangku dengan kakinya saat
aku berusaha untuk memasukinya lebih dalam lagi. Dapat kurasakan kehangatan
yang menyambut kepala penisku. Aku tak dapat menahannya lebih lama. Eva sangat
panas, basah dan rapat!
Pelan namun pasti kutingkatkan tekananku pada vaginanya.
Dapat kurasakan bibirnya melebar menyambutku, ke-basahannya mengundangku masuk.
Kehangatan vaginanya membungkus kepala penisku saat aku menyeruak masuk. Aku
terus menekan kedalam dengan pelan meskipun aku ingin segera melesakkannya
kedalam dengan cepat seluruh batang penisku. Akhirnya dapat kurasakan dinding
keperawanannya, batas akhirnya sebagai seorang gadis untuk menjadi seorang
wanita seutuhnya. Kupandangi dia tepat di mata.
“Sayang, ini akan sedikit sakit, tapi Papa janji sakitnya
hanya sebentar saja.” kurasakan kakinya menjepit pinggangku lebih rapat saat
aku merobek pertahanan akhirnya. Akhirnya jebol juga dinding itu.
“Aargh! Gila! Sakit, Pa!” katanya dengan mata yang
berkaca-kaca. Vaginanya mencengkeram batang penisku, ototnya bereaksi pada
penyusup dan rasa sakit.
“Tenang sayang, sakitnya akan segera hilang.” dan kuteruskan
menekan ke dalam sampai akhirnya terbenam semua di dalamnya. Aku diam sejenak,
membiarkannya untuk beradaptasi.
“Gimana? Udah baikan?” tanyaku. Dia anggukkan kepalanya.
“Aku hanya merasa penuh, rasanya aneh. Tapi juga terasa enak
berbarengan.”
Aku mulai menarik dengan pelan, hanya beberapa inchi, dan
kemudian mendorongnya lagi dengan lembut. Aku khawatir menyakitinya, tapi dalam
waktu yang sama aku tak ingin segera menembakkan spermaku. Aku ingin menikmati
rasa vaginanya selama mungkin. Kurasa dia mulai dapat menikmatinya, kepalanya
mendongak ke atas dan matanya terpejam.
Kupercepat kocokanku, menariknya hampir keluar dan
menekannya masuk kembali dengan pelan, menikmati rasa sempit vaginanya pada
penisku. Eva mulai memutar pinggulnya seiring hentakanku. Tempo dan nafsu kami
semakin meningkat cepat. Kurendahkan tubuhku dan mencium lehernya dan bahunya. Riap
gerakan tubuh kami mengantarku semakin dekat pada batas akhir.
“Ya Pa! Ya! Rasanya Eva hampir sampai!”
“Papa juga sayang!” Dan kulesakkan ke dalamnya untuk yang
terakhir kali. Menekan berlawanan arah dengannya mencoba sedalam mungkin saat
kuledakkan sperma semprotan demi semprotan kedalam vaginanya. Dapat kurasakan
cairan kami bercampur dan meleleh keluar dari vaginanya menuju ke buah zakarku.
Tubuh Eva bergetar di bawahku, tangan dan kakinya
mendorongku merapat padanya. Pelan kutarik dan kudorong lagi semakin dalam
padanya saat persediaan spermaku akhirnya benar-benar kosong. Kutatap matanya
lalu menciumnya.
“Eva, ini adalah seks terbaik yang pernah Papa dapatkan.”
aku lupa kalau kami tak sendirian dikamar ini.
“Aku dengar itu!” kata isteriku.
“Kita akan lihat apa kita bisa mengubah anggapanmu itu!”
Dengan para gadis-gadis itu dalam kamar ini, aku sadar
‘kesenanganku’ baru saja akan dimulai.
Post a Comment