Cerita Seks Nafsu Besar Adikku Yang Pendiem
Cerita Seks Nafsu Besar Adikku Yang Pendiem
![]() |
Cerita Seks Nafsu Besar Adikku Yang Pendiem |
Liputan Berita Terkini - Ini adalah kisah pengalamanku yang sengaja aku beberkan
untuk pertama kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku sendiri tinggal di Bandung.
Kejadian yang aku alami ini kalau tidak salah ingat, terjadi ketika aku akan
lulus SMA pada tahun 2015.
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka bahwa aku akan meniduri
adikku sendiri yang bernama Lani. Dia termasuk anak yang rajin, sebab dia
adalah yang memasak dan mencuci pakaian sehari-hari. Ibuku adalah seorang
pedagang kelontong di pasar, sedangkan ayahku sudah lama meninggal. Entah
mengapa Ibu tidak berniat untuk menikah lagi.
Yang ibu lakukan setiap hari adalah sejak jam 4 subuh dia
sudah pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib, aku pun sekali-sekali pergi
ke pasar untuk membantu ibu, itu pun kalau terpaksa sedang tidak punya uang.
Sedangkan adikku karena seringnya tinggal di rumah maka dia kurang pergaulan
hingga kuperhatikan tampaknya dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku
dengan adikku hanya terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia masih duduk di
kelas 1 SMA.
Baiklah, aku akan mulai menceritakan pengalaman sex dengan
adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru pulang dari rumah temanku Anto pada
siang hari, ketika sampai di rumah aku mendapati adikku sedang asyik menonton
serial telenovela di salah satu TV swasta. aku pun langsung membuat kopi,
merokok sambil berbaring di sofa.
Saat itu serial tersebut sedang menampilkan salah satu
adegan ciuman yang hanya sebentar karena langsung terpotong oleh iklan. Setelah
melihat adegan tersebut aku menoleh kepada adikku yang ternyata tersipu malu
karena ketahuan telah melihat adegan tadi.
“Pantesan betah nonton film gituan” ujarku.
“Ih, apaan sih” cetusnya sambil tersipu malu-malu.
Beberapa menit kemudian serial tersebut selesai jam
tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya, rupanya
dia sedang mencuci piring. Karena acara di televisi tidak ada yang seru, maka
aku pun mematikan TV tersebut dan setelah itu aku ke WC untuk buang air kecil.
Mataku langsung tertuju pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok
karena mencuci piring.
“Lani, ikut dulu sebentar pingin pipis nih” sahutku tak kuat
menahan.
Setelah aku selesai buang air kecil, pikiranku selalu
terbayang pada bongkahan pantat adikku Lani. Aku sendiri tadinya tak mau
berbuat macam-macam karena kupikir dia adalah adikku sendiri, apalagi adikku
ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi dasar setan telah menggoyahkan pikiranku,
maka aku berpikir bagaimana caranya agar dapat mencumbu adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang melihat adikku yang sedang
mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku langsung saja berjalan
menghampiri adikku dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil mencium
tengkuknya. Mendapat serangan yang mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit
terkejut dan berusaha melepaskan diri dari dekapanku.
Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa yang telah aku
lakukan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis
sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya. Melihat hal itu aku langsung
mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup pintu aku sudah berhasil ikut masuk
dan mencoba untuk menjelaskan perihal peristiwa tadi.
“Maafkan.. Aa Lani, Aa tadi salah”
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu”
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat
tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
“Lani, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu” kataku agak
takut.
“Aa jahat” jawab adikku sambil menangis.
“Lani maafin Aa. Aa berbuat demikian tadi karena Aa nggak sengaja
lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini
putus ama Teh Dewi” kataku.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Lani” jawab
adikku lagi.
“Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu”
“Kenapa sama Lani” jawabnya.
Setelah itu aku tidak bisa berbicara lagi hingga keadaan di
kamar adikku begitu sunyi karena kami hanya terdiam. Dan rupanya di luar mulai
terdengar gemericik air hujan. Di tengah kesunyian tersebut lalu aku mencoba
untuk memecah keheningan itu.
“Lani, biarin atuh Aa meluk kamu, kan nggak akan ada yang
lihat ini” Adikku tidak menjawab hanya bisa diam, mengetahui hal itu aku
mencoba membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara.
“Lani, lagian kan Lani pingin ciuman kayak di film tadi
kan?” bujukku.
“Tapi Aa, kita kan adik kakak?” jawabnya.
“Nggak apa-apa atuh Lani, sekalian ini mah belajar, supaya
entar kalo pacaran nggak canggung”
Entah mengapa setelah aku bicara begitu dia jadi terdiam.
Wah bisa nih, gumanku dalam hati hingga aku pun tak membuang kesempatan ini.
Aku mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan mencoba untuk meraih
pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir,
Lani lalu berkata..
“Aa, Lani takut”
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit
kok”, rayuku.
“Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu” jawabnya.
Setelah mendengar perkataannya, aku bukannya memberi alasan
melainkan bibirku langsung mendarat di bibir ranum adikku yang satu ini.
Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak kulihat adikku terkejut sekali, karena
baru pertama kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang
laki-laki yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba
untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan
mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku.
“Mmhh, mmhh.., Aa udah dong” pintanya. Aku menghentikan
pagutanku, dan kini kupandangi wajah adikku dan rasanya aku sangat puas
meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir adikku yang begitu merah dan tipis
ini.
“Lani, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa” kataku.
“Kalau saja Lani bukan adik Aa, udah akan Aa..” belum sempat
aku habis bicara..
“Udah akan Aa apain” bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin
geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini.
“Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Lani, Lani mau kan jadi
pacar Aa”, tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat
kemudian ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya sedikit ragu.
“Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan
ini rahasia kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu”
jawabku meyakinkannya.
Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah
menunjukan jam 4 sore.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu
yah”, kataku kemudian.
Maka aku pun bangkit dan segera pergi meninggalkan kamar
adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak habis pikir, apakah benar
yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku.
“Hayoo ngelamun aja, Lani mana udah pada makan belum?” kata
Ibuku.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku melihat Ibuku
membawa bungkusan.
Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli bakso, kemudian Ibuku
memangil Lani dan kami bersama-sama menyantap Baso itu. Untungnya setelah
kejadian tadi siang kami dapat bersikap wajar, seolah tidak terjadi apa-apa
sehingga Ibuku tidak curiga sedikit pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar dan mulai
merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar aku ingin sekali
mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian ingin tidur sambil mendekap tubuh
adikku yang montok. Keesokannya rupanya setan telah menguasaiku sehingga aku
terbangun ketika Ibu berpamitan kepada adikku sambil menyuruhnya untuk mengunci
pintu depan. Setelah itu aku mendekati adikku yang akan bergegas masuk kamar
kembali.
“Ehmm, ehmm, bebas nih”, ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara. Mengetahui keberadaanku
dia seolah tahu apa yang ingin aku lakukan, tetapi dia tidak bicara sepatah
kata pun. Karena aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsu, maka aku langsung
melabrak adikku, memeluk tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia
diam saja sewaktu aku memeluk dan menciumi tengkuknya.
Dinginnya udara subuh itu tak terasa lagi karena kehangatan
tubuh adikku telah mengalahkan hawa dingin kamar ini. Kontolku yang mulai
ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan pantatnya.
“Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?” pintaku.
“Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar..”
“Entar kenapa?” timpalku.
Belum sempat dia bicara lagi, aku langsung membalikkan
tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang membuat
pikiranku melayang. Aku kemudian langsung mendorongnya ke arah dinding dan
menghimpit hangat tubuhnya agar melekat erat dengan tubuhku. Aku mencoba untuk
menyingkap dasternya dan kucoba untuk meraba paha dan pantatnya.
Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi tangannya berusaha
untuk mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku tersadar bahwa ciumannya
kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih hot dan
mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun menikmatinya dan mencoba
menggerakkan lidahnya untuk menari dengan lidahku.
Aku tertegun karena ternyata diam-diam adikku juga memiliki
nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini karena selama ini adikku belum
pernah merasakan nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba untuk menyelinapkan
tanganku untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku terasa berdebar-debar dan
denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini adalah untuk pertama kalinya aku
meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan pacarku aku belum pernah melakukan
ini, karena Dewi pacarku lebih sering memakai celana jeans. Dengan Dewi kami
hanya sebatas berciuman.
Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah satu, yaitu aku ingin
sekali meraba, menikmati yang namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda)
wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku untuk menyelinap di antara
sisi-sisi celana dalamnya.
Belum juga sempat menyelipkan jariku di antara heunceutnya, Lani
melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti ikan mas koki yang megap-megap dan
memeluk erat tubuhku kemudian menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku
sambil menekan-nekan pinggulnya dengan kuat. Ternyata Lani telah mengalami
orgasme.
“Aa.. aah, eghh, eghh” rintih Lani yang dibarengi dengan
hentakan pinggulnya.
Sesaat setelah itu Lani menjatuhkan kepalanya di atas
bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun sangat menyayanginya, kemudian aku
bopong tubuh yang telah lunglai ini ke atas tempat tidur dan kukecup keningnya.
“Gimana Sayang, enak?” bisikku. Aku hanya bisa melihat wajah
memerah adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat wajah adikku ini
manisnya seperti Nafa Urbach.
“Gimana rasanya, Sayang?” tanyaku lagi.
“Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?” Eh, malah
ganti bertanya adikku tersayang ini.
“Iya Sayang, gimana, enak?” jawabku sambil bertanya lagi.
“He-eh, enakk banget” jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat kebahagian di wajahnya, aku kini
hanya ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk melanjutkan
aksiku untuk mengarungi lembah belukar yang terdapat di kemaluannya hingga
sesaat kemudian karena kulihat matanya yang mulai sayu dan mengantuk akibat
orgasme tadi maka aku mengajaknya untuk tidur. Kami pun terus tertidur dengan
posisi saling berpelukan dan kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang ada
dalam pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku menikah nanti, pantas saja di
jaman sekarang banyak yang kawin entah itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa
aku pun sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah
menunjukkan jam 9 lewat dan adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat,
berarti dia hari ini tidak sekolah, pikirku.
“Lani, bangun kamu nggak sekolah?” tanyaku membangunkannya.
Lani pun mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada
jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah berlalu begitu cepat, sehingga dia
sadar bahwa hari ini dia tidak mungkin lagi pergi ke sekolah.
“Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Lani” rajuknya
manja.
“Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun” kataku membela
diri.
“Gimana dong kalo Ibu tahu, Lani bisa dimarahin nih, ini
semua gara-gara Aa”
“Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan
tahu kalau Aa nggak ngomongin kan” jawabku untuk menghiburnya.
“Bener yah, Lani jangan dibilangin kalau hari ini bolos”
“Iyaa, iyaa” jawabku.
Entah mengapa tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk mandi
bareng. Wah ini kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu bahwa dia nggak
masuk sekolah bisa kujadikan senjata agar aku bisa mandi bersama adikku.
“Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Lani
mau mandi bareng ama Aa” kataku sambil mengedipkan mata.
“Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau
mandi aja musti barengan”
“Ya udah kalo nggak mau sih terserah” ancamku.
Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan
oleh Ibu maka adikku menyetujuinya.
“Tapi Aa jangan macem-macem yah” pintanya.
“Emangnya kalo macem-macem gimana?” tanyaku.
“Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian
juga itu kan gara-gara Aa, Lani bilangin Aa udah ciumin Lani” balasnya
mengancam balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, bisa berabe
urusannya, seorang kakak bukannya menjaga adik dari ulah nakal laki-laki lain,
eh malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk melancarkan keinginanku untuk
bisa mandi dengannya, aku pun menyetujuinya.
Kami berdua akhirnya bangun dari tidur dan setelah berbenah
kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami
hanya saling diam dan kulihat adikku agak ragu untuk melepaskan pakaiannya.
“Aa balik dulu ke belakang, Lani malu nih” pintanya.
“Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Lani, dan Lani
bukain punya Aa”
Tanpa pikir panjang aku menghampiri adikku dan aku cium
bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk membuka pakaiannya, aku
genggam tangannya dan aku tuntun untuk membuka bajuku. Tanpa dikomando dia
membuka bajuku setelah itu kutuntun lagi untuk membuka celana basket yang aku
kenakan.
Setelah keadaanku bugil dan hanya memakai celana dalam saja
kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke arah selangkanganku dimana
kontolku sudah dalam keadaan siaga satu. Kini giliranku menanggalkan daster
yang ia kenakan.
Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya karena ternyata
tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu berusaha menutupi
selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek payudaranya hingga adikku melotot
dan menutupinya. Kemudian aku pun balik mencolek memeknya, hehehe..
“Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu”, rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk dan melilitkan handuk tersebut
kemudian melangkah keluar kamar mandi, tetapi karena aku tidak mau kesempatan
emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan terus aku peluk sambil kukecup
bibirnya, karena ternyata adikku sangat merasa nyaman bila bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya hingga terlepas dan jatuh ke
lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air lalu gayung kuambil dan langsung
kusiramkan ke tubuh kami berdua. Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman
air, adikku berusaha untuk melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi
usahanya sia-sia karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami sambil
kontolku aku tekan-tekan ke arah selangkangannya.
Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku bagai kemasukan setan.
Selain menyedot bibirnya dengan ganas aku pun langsung mencoba untuk melepaskan
celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya hingga ke tepi
lutut, aku pun menariknya ke bawah dengan kakiku hingga benar-benar terlepas.
Sadar bahwa aku akan berbuat nekat, Lani semakin berusaha untuk melepaskan
tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya.
“Aa, stop please” rengeknya sambil menangis.
“Lani, tolong Aa dong. Lani tadi subuh kan udah ngalami
orgasme, Aa belum..” pintaku.
Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat tenaganya melemah, aku
kangkangkan pahanya sambil kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa
menolaknya. Di saat itu aku meraih burungku dari CD-ku dan mencoba mencari
sarang yang sudah lama ini ingin kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada tepat di celah pintu
heunceut adikku, dan siap untuk segera menjebol keperawanannya. Merasa telah
tepat sasaran maka aku pun menghentakkan pinggulku. Dan aku seperti benar-benar
merasakan sesuatu yang baru dan nikmat melanda seluruh organ tubuhku dan
kudengar adikku meringis kesakitan tapi tidak berusaha untuk menjerit.
Melihat hal itu aku mencoba untuk mengontrol diriku dan
mencoba menenangkan perasaan yang membuatku semakin tak karuan, karena aku
merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit untuk diuraikan
dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya membenamkan penisku untuk beberapa saat,
karena aku tak kuasa melihat penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan
aku alihkan pada kedua payudara adikku yang masih diselimuti BH-nya. Aku
mencoba untuk melepaskannya tapi mendapat kesulitan karena belum pernah
sekalipun aku membukanya hingga aku hanya bisa menarik BH yang menutupi
payudara adikku dengan menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging
yang kenyal menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal dan putingnya
yang bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan
menyedotnya senikmat mungkin.
“Aa, ahh, sakit” rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya kedua buah payudara adikku silih
berganti maka kini aku pun mencoba untuk menggerakkan pinggulku maju mundur,
walau aku juga merasakan perih karena begitu sempitnya lubang heunceut adikku
ini. Badan kami kini bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai
menikmati apa yang aku lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini adikku tidak
lagi meringis tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
“Eenngghh, acchh, enngg, aacchh”
“Gimana, enakk?” aku mencoba memastikan perasaan adikku.
Dia tidak menjawab bahkan kini justru tangannya meraih
kepalaku dan memapahnya kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak ingin egois
maka aku pun menuruti kehendaknya. Aku kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut
berpelukan menikmati sensasi yang tiada tara ini.
Tanganku kugunakan untuk meremas payudaranya. Gila,
kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini aku pun mencoba untuk menirukan
gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku kuminta menungging dan
tangannya memegang bak mandi.
Aku berbalik arah dan mencoba untuk segera memasukan kembali
kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera
mengurungkan niatku, karena kini aku dapat melihat dengan jelas bahwa heunceut
adikku merekah merah dan sangat indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan
mencoba mengamati bentuk heunceut adikku ini hingga aku melongo dibuatnya.
Mengetahui aku sampai melongo karena melihat keindahan
heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia goyangkan pantatnya bak
penyanyi dangdut sambil terkikik cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan
juga karena malu, untuk mebalasnya aku langsung saja membenamkan wajahku dan
kuciumi heunceut adikku ini, hingga kembali dia hanya bisa mendesah..
“Aahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh” desahnya sambil
mengambil nafas panjang.
Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara mulutku menyedot dan
menjilati heunceut adikku ini, dan aku perhatikan ada bagian dari heunceut
adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini yang namanya itil, maka aku pun
mencoba untuk memainkan lidahku di sekitar benda tersebut.
“Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii”, erangnya saat aku
memainkan itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya yang menggoda aku pun tak kuasa
menahannya dan segera bangkit untuk memeluk adikku dan memasukannya kembali
dengan cepat kontolku agar bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru beberapa
kocokan kontolku di memeknya, adikku seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini
hingga dia pun meracau tak karuan lalu..
“Aa, Lanih, eenngghh, aahh..”
Rupanya adikku baru saja mengalami orgasme yang hebat karena
aku rasakan di dalam memeknya seperti banjir bandang karena ada semburan lava
hangat yang datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan kenikmatan yang lain
karena cairan tersebut bagai pelumas yang mempermudah kocokanku dalam
heunceutnya.
Setelah itu adikku kini lunglai tak bertenaga, yang ia
rasakan hanya menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan seperti pasrah membiarkan
tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui hal itu aku pun kini
mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku sambil terus mengentotnya, mulai dari
mencium rambutnya, menggarap payudaranya sampai-sampai aku seperti merasakan
ada yang lain dari tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin pipis tapi
tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat.
“Aa, udah.. Aa, Lani udah lemess..” kata adikku.
“Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh”
Kurasakan seluruh tubuhku bagai tersengat listrik dan
sesuatu cairan yang cukup kental aku rasakan menyembur dengan cepat mengisi
rahim adikku ini. Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini aku
memegang pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu
kontolku untuk mencapai rongga rahim adikku lebih dalam. Kami berdua kini hanya
bisa bernafas seperti orang yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota.
Setelah persetubuhan yang terlarang ini kami pun akhirnya
mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku tiduran di sofa sambil
menikmati acara televisi dan adikku kulihat kembali melakukan aktifitasnya
membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh lebih lemas.
Ini adalah kisah pengalamanku yang sengaja aku beberkan
untuk pertama kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku sendiri tinggal di Bandung.
Kejadian yang aku alami ini kalau tidak salah ingat, terjadi ketika aku akan
lulus SMA pada tahun 2015.
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka bahwa aku akan meniduri
adikku sendiri yang bernama Lani. Dia termasuk anak yang rajin, sebab dia
adalah yang memasak dan mencuci pakaian sehari-hari. Ibuku adalah seorang
pedagang kelontong di pasar, sedangkan ayahku sudah lama meninggal. Entah
mengapa Ibu tidak berniat untuk menikah lagi.
Yang ibu lakukan setiap hari adalah sejak jam 4 subuh dia
sudah pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib, aku pun sekali-sekali pergi
ke pasar untuk membantu ibu, itu pun kalau terpaksa sedang tidak punya uang.
Sedangkan adikku karena seringnya tinggal di rumah maka dia kurang pergaulan
hingga kuperhatikan tampaknya dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku
dengan adikku hanya terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia masih duduk di
kelas 1 SMA.
Baiklah, aku akan mulai menceritakan pengalaman sex dengan
adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru pulang dari rumah temanku Anto pada
siang hari, ketika sampai di rumah aku mendapati adikku sedang asyik menonton
serial telenovela di salah satu TV swasta. aku pun langsung membuat kopi,
merokok sambil berbaring di sofa.
Saat itu serial tersebut sedang menampilkan salah satu
adegan ciuman yang hanya sebentar karena langsung terpotong oleh iklan. Setelah
melihat adegan tersebut aku menoleh kepada adikku yang ternyata tersipu malu
karena ketahuan telah melihat adegan tadi.
“Pantesan betah nonton film gituan” ujarku.
“Ih, apaan sih” cetusnya sambil tersipu malu-malu.
Beberapa menit kemudian serial tersebut selesai jam
tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya, rupanya
dia sedang mencuci piring. Karena acara di televisi tidak ada yang seru, maka
aku pun mematikan TV tersebut dan setelah itu aku ke WC untuk buang air kecil.
Mataku langsung tertuju pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok
karena mencuci piring.
“Lani, ikut dulu sebentar pingin pipis nih” sahutku tak kuat
menahan.
Setelah aku selesai buang air kecil, pikiranku selalu
terbayang pada bongkahan pantat adikku Lani. Aku sendiri tadinya tak mau
berbuat macam-macam karena kupikir dia adalah adikku sendiri, apalagi adikku
ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi dasar setan telah menggoyahkan pikiranku,
maka aku berpikir bagaimana caranya agar dapat mencumbu adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang melihat adikku yang sedang
mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku langsung saja berjalan
menghampiri adikku dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil mencium
tengkuknya. Mendapat serangan yang mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit
terkejut dan berusaha melepaskan diri dari dekapanku.
Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa yang telah aku
lakukan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis
sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya. Melihat hal itu aku langsung
mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup pintu aku sudah berhasil ikut masuk
dan mencoba untuk menjelaskan perihal peristiwa tadi.
“Maafkan.. Aa Lani, Aa tadi salah”
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu”
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat
tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
“Lani, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu” kataku agak
takut.
“Aa jahat” jawab adikku sambil menangis.
“Lani maafin Aa. Aa berbuat demikian tadi karena Aa nggak sengaja
lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini
putus ama Teh Dewi” kataku.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Lani” jawab
adikku lagi.
“Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu”
“Kenapa sama Lani” jawabnya.
Setelah itu aku tidak bisa berbicara lagi hingga keadaan di
kamar adikku begitu sunyi karena kami hanya terdiam. Dan rupanya di luar mulai
terdengar gemericik air hujan. Di tengah kesunyian tersebut lalu aku mencoba
untuk memecah keheningan itu.
“Lani, biarin atuh Aa meluk kamu, kan nggak akan ada yang
lihat ini” Adikku tidak menjawab hanya bisa diam, mengetahui hal itu aku
mencoba membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara.
“Lani, lagian kan Lani pingin ciuman kayak di film tadi
kan?” bujukku.
“Tapi Aa, kita kan adik kakak?” jawabnya.
“Nggak apa-apa atuh Lani, sekalian ini mah belajar, supaya
entar kalo pacaran nggak canggung”
Entah mengapa setelah aku bicara begitu dia jadi terdiam.
Wah bisa nih, gumanku dalam hati hingga aku pun tak membuang kesempatan ini.
Aku mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan mencoba untuk meraih
pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir,
Lani lalu berkata..
“Aa, Lani takut”
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit
kok”, rayuku.
“Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu” jawabnya.
Setelah mendengar perkataannya, aku bukannya memberi alasan
melainkan bibirku langsung mendarat di bibir ranum adikku yang satu ini.
Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak kulihat adikku terkejut sekali, karena
baru pertama kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang
laki-laki yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba
untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan
mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku.
“Mmhh, mmhh.., Aa udah dong” pintanya. Aku menghentikan
pagutanku, dan kini kupandangi wajah adikku dan rasanya aku sangat puas
meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir adikku yang begitu merah dan tipis
ini.
“Lani, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa” kataku.
“Kalau saja Lani bukan adik Aa, udah akan Aa..” belum sempat
aku habis bicara..
“Udah akan Aa apain” bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin
geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini.
“Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Lani, Lani mau kan jadi
pacar Aa”, tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat
kemudian ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya sedikit ragu.
“Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan
ini rahasia kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu”
jawabku meyakinkannya.
Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah
menunjukan jam 4 sore.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu
yah”, kataku kemudian.
Maka aku pun bangkit dan segera pergi meninggalkan kamar
adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak habis pikir, apakah benar
yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku.
“Hayoo ngelamun aja, Lani mana udah pada makan belum?” kata
Ibuku.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku melihat Ibuku
membawa bungkusan.
Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli bakso, kemudian Ibuku
memangil Lani dan kami bersama-sama menyantap Baso itu. Untungnya setelah
kejadian tadi siang kami dapat bersikap wajar, seolah tidak terjadi apa-apa
sehingga Ibuku tidak curiga sedikit pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar dan mulai
merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar aku ingin sekali
mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian ingin tidur sambil mendekap tubuh
adikku yang montok. Keesokannya rupanya setan telah menguasaiku sehingga aku
terbangun ketika Ibu berpamitan kepada adikku sambil menyuruhnya untuk mengunci
pintu depan. Setelah itu aku mendekati adikku yang akan bergegas masuk kamar
kembali.
“Ehmm, ehmm, bebas nih”, ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara. Mengetahui keberadaanku
dia seolah tahu apa yang ingin aku lakukan, tetapi dia tidak bicara sepatah
kata pun. Karena aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsu, maka aku langsung
melabrak adikku, memeluk tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia
diam saja sewaktu aku memeluk dan menciumi tengkuknya.
Dinginnya udara subuh itu tak terasa lagi karena kehangatan
tubuh adikku telah mengalahkan hawa dingin kamar ini. Kontolku yang mulai
ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan pantatnya.
“Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?” pintaku.
“Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar..”
“Entar kenapa?” timpalku.
Belum sempat dia bicara lagi, aku langsung membalikkan
tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang membuat
pikiranku melayang. Aku kemudian langsung mendorongnya ke arah dinding dan
menghimpit hangat tubuhnya agar melekat erat dengan tubuhku. Aku mencoba untuk
menyingkap dasternya dan kucoba untuk meraba paha dan pantatnya.
Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi tangannya berusaha
untuk mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku tersadar bahwa ciumannya
kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih hot dan
mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun menikmatinya dan mencoba
menggerakkan lidahnya untuk menari dengan lidahku.
Aku tertegun karena ternyata diam-diam adikku juga memiliki
nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini karena selama ini adikku belum
pernah merasakan nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba untuk menyelinapkan
tanganku untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku terasa berdebar-debar dan
denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini adalah untuk pertama kalinya aku
meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan pacarku aku belum pernah melakukan
ini, karena Dewi pacarku lebih sering memakai celana jeans. Dengan Dewi kami
hanya sebatas berciuman.
Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah satu, yaitu aku ingin
sekali meraba, menikmati yang namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda)
wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku untuk menyelinap di antara
sisi-sisi celana dalamnya.
Belum juga sempat menyelipkan jariku di antara heunceutnya, Lani
melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti ikan mas koki yang megap-megap dan
memeluk erat tubuhku kemudian menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku
sambil menekan-nekan pinggulnya dengan kuat. Ternyata Lani telah mengalami
orgasme.
“Aa.. aah, eghh, eghh” rintih Lani yang dibarengi dengan
hentakan pinggulnya.
Sesaat setelah itu Lani menjatuhkan kepalanya di atas
bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun sangat menyayanginya, kemudian aku
bopong tubuh yang telah lunglai ini ke atas tempat tidur dan kukecup keningnya.
“Gimana Sayang, enak?” bisikku. Aku hanya bisa melihat wajah
memerah adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat wajah adikku ini
manisnya seperti Nafa Urbach.
“Gimana rasanya, Sayang?” tanyaku lagi.
“Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?” Eh, malah
ganti bertanya adikku tersayang ini.
“Iya Sayang, gimana, enak?” jawabku sambil bertanya lagi.
“He-eh, enakk banget” jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat kebahagian di wajahnya, aku kini
hanya ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk melanjutkan
aksiku untuk mengarungi lembah belukar yang terdapat di kemaluannya hingga
sesaat kemudian karena kulihat matanya yang mulai sayu dan mengantuk akibat
orgasme tadi maka aku mengajaknya untuk tidur. Kami pun terus tertidur dengan
posisi saling berpelukan dan kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang ada
dalam pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku menikah nanti, pantas saja di
jaman sekarang banyak yang kawin entah itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa
aku pun sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah
menunjukkan jam 9 lewat dan adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat,
berarti dia hari ini tidak sekolah, pikirku.
“Lani, bangun kamu nggak sekolah?” tanyaku membangunkannya.
Lani pun mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada
jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah berlalu begitu cepat, sehingga dia
sadar bahwa hari ini dia tidak mungkin lagi pergi ke sekolah.
“Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Lani” rajuknya
manja.
“Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun” kataku membela
diri.
“Gimana dong kalo Ibu tahu, Lani bisa dimarahin nih, ini
semua gara-gara Aa”
“Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan
tahu kalau Aa nggak ngomongin kan” jawabku untuk menghiburnya.
“Bener yah, Lani jangan dibilangin kalau hari ini bolos”
“Iyaa, iyaa” jawabku.
Entah mengapa tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk mandi
bareng. Wah ini kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu bahwa dia nggak
masuk sekolah bisa kujadikan senjata agar aku bisa mandi bersama adikku.
“Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Lani
mau mandi bareng ama Aa” kataku sambil mengedipkan mata.
“Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau
mandi aja musti barengan”
“Ya udah kalo nggak mau sih terserah” ancamku.
Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan
oleh Ibu maka adikku menyetujuinya.
“Tapi Aa jangan macem-macem yah” pintanya.
“Emangnya kalo macem-macem gimana?” tanyaku.
“Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian
juga itu kan gara-gara Aa, Lani bilangin Aa udah ciumin Lani” balasnya
mengancam balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, bisa berabe
urusannya, seorang kakak bukannya menjaga adik dari ulah nakal laki-laki lain,
eh malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk melancarkan keinginanku untuk
bisa mandi dengannya, aku pun menyetujuinya.
Kami berdua akhirnya bangun dari tidur dan setelah berbenah
kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami
hanya saling diam dan kulihat adikku agak ragu untuk melepaskan pakaiannya.
“Aa balik dulu ke belakang, Lani malu nih” pintanya.
“Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Lani, dan Lani
bukain punya Aa”
Tanpa pikir panjang aku menghampiri adikku dan aku cium
bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk membuka pakaiannya, aku genggam
tangannya dan aku tuntun untuk membuka bajuku. Tanpa dikomando dia membuka
bajuku setelah itu kutuntun lagi untuk membuka celana basket yang aku kenakan.
Setelah keadaanku bugil dan hanya memakai celana dalam saja
kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke arah selangkanganku dimana
kontolku sudah dalam keadaan siaga satu. Kini giliranku menanggalkan daster
yang ia kenakan.
Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya karena ternyata
tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu berusaha menutupi selangkangannya.
Lalu dengan sengaja kucolek payudaranya hingga adikku melotot dan menutupinya.
Kemudian aku pun balik mencolek memeknya, hehehe..
“Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu”, rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk dan melilitkan handuk tersebut
kemudian melangkah keluar kamar mandi, tetapi karena aku tidak mau kesempatan
emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan terus aku peluk sambil kukecup
bibirnya, karena ternyata adikku sangat merasa nyaman bila bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya hingga terlepas dan jatuh ke
lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air lalu gayung kuambil dan langsung
kusiramkan ke tubuh kami berdua. Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman
air, adikku berusaha untuk melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi
usahanya sia-sia karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami sambil
kontolku aku tekan-tekan ke arah selangkangannya.
Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku bagai kemasukan setan.
Selain menyedot bibirnya dengan ganas aku pun langsung mencoba untuk melepaskan
celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya hingga ke tepi
lutut, aku pun menariknya ke bawah dengan kakiku hingga benar-benar terlepas.
Sadar bahwa aku akan berbuat nekat, Lani semakin berusaha untuk melepaskan
tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya.
“Aa, stop please” rengeknya sambil menangis.
“Lani, tolong Aa dong. Lani tadi subuh kan udah ngalami
orgasme, Aa belum..” pintaku.
Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat tenaganya melemah, aku
kangkangkan pahanya sambil kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa
menolaknya. Di saat itu aku meraih burungku dari CD-ku dan mencoba mencari
sarang yang sudah lama ini ingin kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada tepat di celah pintu
heunceut adikku, dan siap untuk segera menjebol keperawanannya. Merasa telah
tepat sasaran maka aku pun menghentakkan pinggulku. Dan aku seperti benar-benar
merasakan sesuatu yang baru dan nikmat melanda seluruh organ tubuhku dan
kudengar adikku meringis kesakitan tapi tidak berusaha untuk menjerit.
Melihat hal itu aku mencoba untuk mengontrol diriku dan
mencoba menenangkan perasaan yang membuatku semakin tak karuan, karena aku
merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit untuk diuraikan
dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya membenamkan penisku untuk beberapa saat,
karena aku tak kuasa melihat penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan
aku alihkan pada kedua payudara adikku yang masih diselimuti BH-nya. Aku
mencoba untuk melepaskannya tapi mendapat kesulitan karena belum pernah
sekalipun aku membukanya hingga aku hanya bisa menarik BH yang menutupi
payudara adikku dengan menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging
yang kenyal menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal dan putingnya
yang bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan
menyedotnya senikmat mungkin.
“Aa, ahh, sakit” rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya kedua buah payudara adikku silih
berganti maka kini aku pun mencoba untuk menggerakkan pinggulku maju mundur,
walau aku juga merasakan perih karena begitu sempitnya lubang heunceut adikku
ini. Badan kami kini bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai
menikmati apa yang aku lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini adikku tidak
lagi meringis tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
“Eenngghh, acchh, enngg, aacchh”
“Gimana, enakk?” aku mencoba memastikan perasaan adikku.
Dia tidak menjawab bahkan kini justru tangannya meraih
kepalaku dan memapahnya kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak ingin egois
maka aku pun menuruti kehendaknya. Aku kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut
berpelukan menikmati sensasi yang tiada tara ini.
Tanganku kugunakan untuk meremas payudaranya. Gila,
kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini aku pun mencoba untuk menirukan
gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku kuminta menungging dan
tangannya memegang bak mandi.
Aku berbalik arah dan mencoba untuk segera memasukan kembali
kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera
mengurungkan niatku, karena kini aku dapat melihat dengan jelas bahwa heunceut
adikku merekah merah dan sangat indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan
mencoba mengamati bentuk heunceut adikku ini hingga aku melongo dibuatnya.
Mengetahui aku sampai melongo karena melihat keindahan
heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia goyangkan pantatnya bak
penyanyi dangdut sambil terkikik cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan
juga karena malu, untuk mebalasnya aku langsung saja membenamkan wajahku dan
kuciumi heunceut adikku ini, hingga kembali dia hanya bisa mendesah..
“Aahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh” desahnya sambil
mengambil nafas panjang.
Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara mulutku menyedot dan
menjilati heunceut adikku ini, dan aku perhatikan ada bagian dari heunceut
adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini yang namanya itil, maka aku pun
mencoba untuk memainkan lidahku di sekitar benda tersebut.
“Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii”, erangnya saat aku
memainkan itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya yang menggoda aku pun tak kuasa
menahannya dan segera bangkit untuk memeluk adikku dan memasukannya kembali
dengan cepat kontolku agar bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru beberapa
kocokan kontolku di memeknya, adikku seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini
hingga dia pun meracau tak karuan lalu..
“Aa, Lanih, eenngghh, aahh..”
Rupanya adikku baru saja mengalami orgasme yang hebat karena
aku rasakan di dalam memeknya seperti banjir bandang karena ada semburan lava
hangat yang datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan kenikmatan yang lain
karena cairan tersebut bagai pelumas yang mempermudah kocokanku dalam
heunceutnya.
Setelah itu adikku kini lunglai tak bertenaga, yang ia
rasakan hanya menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan seperti pasrah membiarkan
tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui hal itu aku pun kini
mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku sambil terus mengentotnya, mulai dari
mencium rambutnya, menggarap payudaranya sampai-sampai aku seperti merasakan
ada yang lain dari tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin pipis tapi
tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat.
“Aa, udah.. Aa, Lani udah lemess..” kata adikku.
“Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh”
Kurasakan seluruh tubuhku bagai tersengat listrik dan
sesuatu cairan yang cukup kental aku rasakan menyembur dengan cepat mengisi
rahim adikku ini. Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini aku
memegang pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu
kontolku untuk mencapai rongga rahim adikku lebih dalam. Kami berdua kini hanya
bisa bernafas seperti orang yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota.
Setelah persetubuhan yang terlarang ini kami pun akhirnya
mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku tiduran di sofa sambil
menikmati acara televisi dan adikku kulihat kembali melakukan aktifitasnya
membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh lebih lemas.
Post a Comment